Sementara itu China berkali-kali membantah tuduhan genosida serta kerja paksa di Xinjiang. Kebijakan keras atas etnis minoritas ditujukan untuk membasmi separatis dan ekstremis agama yang merencanakan serangan dan menimbulkan ketegangan.
"China akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi hak dan kepentingan perusahaan dan menolak upaya AS untuk mencampuri urusan dalam negeri," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Wang Wenbin.
Entitas yang dimasukkan dalam daftar hitam diharuskan meminta izin Departemen Perdagangan dan akan diawasi secara ketat untuk menerima barang dari pemasok AS.
Ini bukan pertama kali AS menargetkan perusahaan China terkait dengan tuduhan aktivitas pengawasan teknologi tinggi di Xinjiang. Pada 2019, pemerintahan Donald Trump menambahkan beberapa perusahaan startup kecerdasan buatan top China ke daftar hitam atas perlakuannya terhadap minoritas muslim.
Departemen Perdagangan saat itu menargetkan 20 biro keamanan publik dan delapan perusahaan China.