Ikrima Sabri, ulama Masjid Al Aqsa, mengatakan Israel melakukan penggalian menyeluruh di seluruh wilayah, termasuk sekitar Al Aqsa.
Tujuan utama dari penggalian itu, kata dia, mencari barang antik milik orang Yahudi. Tapi sampai saat ini mereka belum menemukan barang antik atau batu yang berkaitan dengan sejarah Yahudi kuno, meski penggalian dilakukan sejak 1967.
“Penggalian yang dilakukan oleh otoritas Israel telah menyebabkan banyak retakan pada bangunan Palestina di atas terowongan yang dibuka pada 1996 di sepanjang dinding barat Masjid Al Aqsa, mulai dari Sekolah Omariya di Jalan Mujahidin hingga Masjid Al Aqsa, area Tembok Buraq," ujarnya.
Warga Palestina memperingatkan, penargetan Masjid Al Aqsa hanya akan mengubah konflik Israel-Palestina, dari politik menjadi agama. Itu akan menyeret kawasan dalam lingkaran kekerasan.
Seperti diketahui, gerakan Intifadah II atau pemberontakan Palestina yang pecah pada 28 September 2000 dimulai setelah pemimpin oposisi Israel saat itu, Ariel Sharon, menyerbu kompleks Masjid Al Aqsa. Dia mengerahkan lebih dari 1.000 polisi dan tentara bersenjata lengkap.
Penggerudukan Masjid Al Aqsa yang masih berlangsung sampai saat ini menjadi taktik para pemimpin ekstremis Yahudi untuk menunjukkan pembangkangan atas kesepakatan internasional serta upaya untuk memprovokasi warga Palestina.
Pada Juli 2017, Komite Warisan Dunia UNESCO mengeluarkan keputusan yang menegaskan Israel tidak memiliki kedaulatan atas Yerusalem, wilayah yang diduduki Israel dalam perang 1967. UNESCO juga mengutuk penggalian yang dilakukan Departemen Kepurbakalaan Israel di kota tersebut.
Sekitar 12 terowongan telah digali di bawah Madjid Al Aqsa, beberapa di antaranya memiliki panjang 450 meter. Penggalian tersebut menyebabkan penghancuran sistematis terhadap banyak bangunan bersejarah peninggalan Dinasti Umayyah dan Utsmaniyah yang berada di atasnya maupun bawah tanah.