Seorang warga mengatakan, salah satu korban kebrutalan itu adalah Htet Ko, mahasiswa berusia 22 tahun, bukan anggota milisi serta tidak bersenjata.
"Ini tidak manusiawi. Saya merasakan sakit hati yang dalam," kata dia.
Keterangan lebih eksterem disampaikan Dr Sasa, juru bicara pemerintah sipil bayangan Myanmar yang dibentuk setelah kudeta. Dia menyebut para korban dicambuk, disiksa, hingga akhirnya dibakar hidup-hidup.
Dalam posting-an di media sosial Dr Sasa mengungkap identitas 11 korban, semuanya laki-laki, bahkan ada yang berusia 14 tahun.
"Serangan-serangan mengerikan ini menunjukkan bahwa militer tidak menghargai kesucian hidup manusia," katanya.
Kelompok hak sipil Myanmar Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) menyatakan, lebih dari 1.300 warga sipil dibunuh pasukan keamanan sejak militer sejak kudeta.