Namun, pemberian obat eksperimental pada orang nomor satu Amerika Serikat memicu kebingungan di kalangan ilmuwan.
Ahli geriatri dan profesor di University of California San Francisco, Carla Perissinotto, mengatakan perawatan dengan obat yang belum disetujui atas dasar belas kasihan biasanya dilakukan setelah cara-cara lainnya gagal.
"Risiko mengalami efek samping jauh lebih besar, sehingga saya biasanya sangat berhati-hati terhadap apa pun yang bersifar uji coba tidak terbukti," ujarnya.
Ahli kesehatan masyarakat di Harvard University, Jeremy Faust, mempertanyakan prosedur pengobatan yang dilakukan tim dokter kepresidenan. Dia heran Trump justru diberikan obat yang belum rampung uji klinis.
"Orang-orang akan melihat ini dan mereka akan berpikir bahwa ini adalah perawatan yang harus Anda lakukan, dan jika Anda tidak memberikannya kepada orang lain yang mengidap virus corona, kami akan menolak perlakukan khusus pada mereka," kata Jeremy.
"Kenyataannya bukan itu masalahnya. Kita harusnya tidak memperlakukan presiden sebagai kelinci percobaan," lanjutnya.