Gambia, mewakili negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), menyeret Myanmar ke Pengadilan Internasional di Den Haag, Belanda, tahun lalu. Pengadilan pun mengabulkan serangkaian langkah darurat yang diminta oleh Gambia. Dalam putusannya pada Januari 2020, Pengadilan Internasional memerintahkan Myanmar mengambil semua langkah untuk mencegah dugaan genosida terhadap muslim Rohingya.
Pengadilan juga memerintahkan Myanmar melaporkan kembali dalam waktu 4 bulan dan kemudian setiap 6 bulan mengenai perkembangan tindakan yang harus diambil.
Tuduhan merujuk pada tindakan keras militer Myanmar pada 2017, yakni pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran, yang mengakibatkan sekitar 740.000 muslim Rohingya melarikan diri dari Rakhine ke Bangladesh.
Sementara itu otoritas Myanmar berdalih mereka sedang memerangi pemberontakan dan membantah telah melakukan kekejaman sistematis.
Pada 2018, penyelidik HAM PBB menyebut, Facebook turut berperan dalam menyebarkan ujaran kebencian yang memicu kekerasan terhadap muslim Rohingya. Setelah itu Facebook menyatakan memblokir ujaran kebencian di Myanmar. Perusahaan juga memblokir akun milik beberapa pejabat militer Myanmar.