Namun, ratusan jemaat tetap berkumpul di gereja tersebut, kebanyakan tiba dengan total 26 bus yang sengaja dikirimkan untuk menjemput mereka. Mereka, kecuali keluarga dekat, saling menjaga jarak paling tidak dua meter, menurut kuasa hukum sang pastor, Joe Long.
Long menilai peraturan gubernur Louisiana yang dikeluarkan pada 22 Maret soal swakarantina di rumah telah melanggar hak konstitusional AS atas kebebasan beragama dan berkumpul dengan aman dan tenang. Dia menambahkan, 16 negara bagian lain mengecualikan kegiatan keagamaan dalam peraturan karantina mereka.
“Kami yakin bahwa gubernur keliru. Dan kami akan membuktikannya di pengadilan,” kata Long yang saat ini tengah menyiapkan tuntutan hukum terhadap gubernur.
Salah seorang jemaat yang mendatangi pelayanan gereja, Tim Hampton, mengaku menjalankan pesan Spell, pastornya. “Saya tidak takut dengan virus ini. Kalau waktu saya tiba, ya pasti akan terjadi,” ucap dia.
Namun, seorang warga yang tinggal di lingkungan sekitar gereja, Bobbye McInnis, justru berpendapat bahwa menggelar pelayanan keagamaan dalam situasi pandemi ini “sangat konyol”. “Mereka (pihak gereja, red) hanya ketakutan tidak akan punya cukup uang dalam kantong sumbangan,” ujar McInnis.
Sejumlah umat Katolik lainnya di AS juga menentang aturan berdiam di rumah, dengan memperingati Minggu sebelum Paskah di gereja. Padahal, perintah berdiam di rumah sejatinya bertujuan untuk menahan penyebaran Covid-19, sehingga warga diminta menghindari perkumpulan yang berpotensi menjadi tempat penularan wabah mematikan itu.
Di luar itu, banyak juga gereja di AS memilih untuk menggelar ibadat secara daring melalui siaran video di media sosial, seperti Zoom.