TEHERAN, iNews.id - Pemerintah Iran menuding Israel menggunakan amunisi berbahan uranium terdeplesi (depleted uranium/DU) dalam serangan udaranya terhadap sejumlah fasilitas bawah tanah milik Iran. Tuduhan ini memicu kekhawatiran mengenai dampak lingkungan dan kesehatan dari senjata kontroversial pasca-perang.
Meski belum ada bukti atau konfirmasi resmi dari Israel, dugaan ini diperkuat oleh laporan kerusakan besar pada bunker dan instalasi militer Iran yang memiliki sistem pertahanan struktural sangat kuat. Para analis menilai bahwa amunisi konvensional biasa tidak cukup untuk menembus lapisan baja dan beton tebal seperti itu, menjadikan DU sebagai kandidat paling masuk akal.
Bahaya terhadap Lingkungan dan Kesehatan
Penggunaan uranium terdeplesi menimbulkan kontroversi besar karena residu dari ledakannya dapat berubah menjadi debu halus radioaktif. Debu ini bisa terhirup oleh manusia dan hewan, atau mencemari tanah dan air. Sejumlah penelitian menyebutkan paparan DU bisa meningkatkan risiko kanker, kerusakan ginjal, kelainan genetik, hingga gangguan pernapasan.
Jejak penggunaan DU dalam konflik masa lalu seperti Perang Teluk 1991 dan invasi Irak 2003 masih bisa dideteksi hingga sekarang.
Wilayah-wilayah tersebut mengalami peningkatan kasus kelainan kesehatan, terutama pada anak-anak dan populasi sipil, meskipun hubungan langsung dengan DU masih menjadi perdebatan ilmiah.
Uranium terdeplesi adalah limbah sisa dari proses pengayaan uranium, di mana sebagian besar isotop uranium-235 telah diambil. Akibatnya, uranium ini memiliki tingkat radioaktivitas lebih rendah dibandingkan uranium alami, namun tetap berbahaya karena sifat toksik dan radioaktifnya yang bertahan lama.