RABAT, iNews.id – Penduduk desa di pelosok Maroko menangisi kerabat yang hilang di bawah reruntuhan rumah mereka pada Senin (11/9/2023) waktu setempat. Pemandangan itu terlihat tatkala jumlah korban tewas akibat gempa sudah melebihi 2.800 jiwa.
Itu adalah gempa bumi paling mematikan di Negeri Magribi dalam lebih dari enam dekade.
Sementara itu, tim penyelamat berpacu dengan waktu untuk menemukan korban yang selamat. Tim pencari dari Spanyol, Inggris dan Qatar bergabung dalam upaya penyelamatan warga Maroko yang masih hidup, setelah gempa berkekuatan magnitudo 6,8 mengguncang Pegunungan Atlas Tinggi, dengan pusat gempa 72 km sebelah barat daya Kota Marrakesh.
TV pemerintah melaporkan, jumlah korban tewas meningkat menjadi 2.862 jiwa dan 2.562 orang terluka. Sebelumnya, korban tewas dilaporkan sebanyak 2.681 jiwa dan lebih dari 2.500 orang lainnya luka-luka.
Tim penyelamat mengatakan, rumah-rumah yang terbuat dari bata lumpur tradisional dan banyak terdapat di wilayah tersebut, mengurangi kemungkinan mereka menemukan korban selamat. Sebab, rumah-rumah tersebut kini telah hancur.
Di antara korban tewas adalah Suleiman Aytnasr yang berusia 7 tahun. Sebelum gempa, ibunya sempat menggendong bocah itu ke kamar tidurnya setelah dia tertidur di ruang tamu rumah mereka. Keluarga itu tinggal di sebuah dusun di luar Talat N'Yaaqoub, salah satu daerah yang terkena dampak gempa paling parah. Tak lama lagi, Suleiman seharusnya masuk sekolah dan akan memulai tahun ajaran baru.
“Saat istriku kembali, gempa terjadi dan langit-langit hancur dan menimpa anakku,” kata ayah Suleiman, Brahim Aytnasr.
Mata pria itu tampak merah karena tak berhenti menangis. Sepanjang Senin kemarin, dia menghabiskan hari dengan mencoba menyelamatkan barang-barang yang masih tersisaa dari puing-puing rumahnya.