Sekitar satu jam, Juhaiman dan kelompoknya berhasil menguasai Masjidil Haram.
Menghadapi kudeta itu, pemerintah Arab Saudi menutup akses berita peliputan dari dunia luar, agar tak ada informasi dan teror yang semakin menjadi. Bahkan, Arab Saudi juga ditutup untuk turis dan jurnalis mancanegara.
Para ulama saat itu harus mengeluarkan fatwa terkait dengan pembalasan serangan ke Masjidil Haram. Hingga akhirnya diputuskan, militer Arab Saudi diperbolehkan menggunakan kekuatan untuk merebut kembali Masjidil Haram dari tangan pemberontak.
Militer mengerahkan kendaraan lapis baja, militer bersenjata, serta helikopter dikerahkan untuk mengepung Masjidil Haram. Arab Saudi juga meminta bantuan dari unit komando Pakistan, Prancis, dan Amerika (CIA).
Sejumlah tentara non-muslim membantu dengan mengorganisir militer Arab Saudi dan menyusun rencana pengepungan dari sebuah hotel di Kota Thaif.
Hasilnya, tim harus menggali lubang di sekitar Masjidil Haram sedalam 50 meter hingga mencapai ruang bawah tanah. Di ruang itu, tentara akan mengisinya dengan gas air mata dan granat.
Aksi baku tembak dalam upaya merebut kembali Masjidil Haram berlangsung dalam dua pekan. Saat itulah kelompok pemberontak mulai kehabisan amunisi dan makanan hingga akhirnya Juhaiman dan 63 orang pasukannya akhirnya menyerahkan diri.
Semua pelaku akhirnya dihukum pancung. Selain itu, semua anak keturunan Juhaiman diawasi ketat sampai sekarang.