TEL AVIV, iNews.id - Salah satu anggota penting kabinet perang Israel, Benny Gantz, mengundurkan diri dari pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, akhir pekan kemarin. Hal tersebut makin menambah tekanan dalam negeri terhadap politikus Yahudi dari Partai Likud itu, ketika perang terus berkecamuk di Gaza.
Gantz adalah mantan jenderal dan juga bekas menteri pertahanan Israel. Dia mengumumkan pengunduran dirinya dari kabinet darurat tersebut setelah gagal memperoleh rencana pascaperang untuk Gaza yang disetujui oleh Netanyahu, yang dia tuntut pada Mei lalu.
AFP melansir, kepergian Gantz diperkirakan tidak akan menjatuhkan pemerintahan Netanyahu, sebuah koalisi yang mencakup partai-partai bercorak keagamaan dan ultranasionalis. Kendati demikian, keputusan Gantz tersebut menandai pukulan politik pertama bagi Netanyahu setelah delapan bulan perang Gaza melawan militan Hamas Palestina.
“Netanyahu menghalangi kita (Israel) untuk mencapai kemenangan nyata. Itu sebabnya kami meninggalkan pemerintahan darurat hari ini dengan berat hati,” kata Gantz, Minggu (9/6/2024).
Netanyahu pun memberikan tanggapannya kepada Gantz hanya dalam beberapa menit. Dia menilai keputusan mantan jenderal zionis itu tidak tepat untuk saat ini.
“Benny, ini bukan waktunya untuk meninggalkan pertempuran, ini adalah waktunya untuk bergabung,” ujar Netanyahu.
Pada Sabtu (8/6/2024), beberapa jam setelah pasukan zionis membebaskan empat tawanan Israel dari Gaza sembari membantai 274 warga Paleatina, Netanyahu meminta Gantz untuk tidak mengundurkan diri. Gantz, politikus yang kini berusia 65 tahun, dipandang sebagai kandidat favorit untuk membentuk koalisi baru jika pemerintahan Netanyahu digulingkan dan pemilihan umum dini diadakan.
Partai Persatuan Nasional yang berhaluan tengah yang dipimpin Gantz pada pekan lalu mengusulkan rancangan undang-undang untuk membubarkan Knesset (Parlemen Israel) dan mengadakan pemilihan umum dini.
Gantz, seorang mantan panglima militer, adalah saingan utama Netanyahu sebelum bergabung dengan kabinet perang. Dia telah berulang kali meminta Israel untuk mencapai kesepakatan guna menjamin pembebasan semua tawanan dan menjadikannya sebagai "prioritas".
Sejak gencatan senjata selama seminggu pada November lalu, yang berujung pada pembebasan sejumlah tawanan, Israel gagal mencapai kesepakatan lebih lanjut dan terus melancarkan operasi militer brutalnya di Gaza.
“Jelas Israel tidak menjadikannya (pembebasam tawanan) prioritas, jadi itu adalah terobosan besar pertama ketika Gantz mengindikasikan bahwa dia akan pergi,” kata analis politik Israel, Mairav Zonszein.