Hadiah diberikan kepadanya sebagai penghargaan atas upayanya mendorong demokratisasi dan penghormataan terhadap hak asasi manusia.
Setelah pemilihan umum di Myanmar pada 2015, dia diangkat sebagai penasehat negara, yang pada prakteknya merupakan kepala pemerintahan sipil.
Dua tahun kemudian, gelombang kekerasan pecah di Negara Bagian Rakhine setelah milisi Rohingya menyerang pos-pos polisi, menewaskan 12 aparat keamanan.
Merespons insiden ini, militer Myanmar menggelar operasi dengan dalih menumpas milisi Rohingya.
Aksi-aksi kekerasan pecah yang membuat masyarakat internasional menuduh aparat keamanan Myanmar membunuh warga Muslim dan membakar desa-desa mereka.