Untuk memenuhi kewajibannya mencerdaskan anak didiknya, Suroto tidak saja mengabaikan risiko kematian atau penyakit serius akibat wabah Covid-19. Dia juga nekat melanggar imbauan pemerintah untuk tidak mengadakan kelas tatap muka untuk mencegah penyebaran penyakit. Karena sekolah ditutup, dia memutuskan untuk mendatangi muridnya satu per satu dan mengajari mereka.
“Tidak ada yang memaksa saya untuk melakukan (mengajar tatap muka) ini. Karena ada sesuatu dari dalam nurani saya yang mengatakan agar saya melakukannya,” kata pria berusia 57 tahun itu kepada AFP, seperti dilansir, Jumat (12/6/2020).
“Saya merasa sedikit bersalah, karena pemerintah telah menyuruh guru-guru untuk mengadakan kelas daring. Tetapi kenyataannya, itu tidak mudah dilakukan di sini. Satu-satunya solusi adalah berada di dekat dengan siswa, dengan pengajaran dari rumah ke rumah,” tuturnya.
Suroto adalah satu dari sejumlah kecil guru yang menghadapi medan berbahaya, cuaca buruk, dan kemungkinan tertular virus corona, demi menjangkau para murid di rumah orang tua mereka. Menurut data yang dihimpun AFP, hampir 70 juta anak-anak dan remaja di Indonesia terkena dampak penutupan sekolah yang dimulai sejak pertengahan Maret lalu.
Sementara, pandemi telah memicu ledakan pembelajaran daring, terutama di negara-negara maju dan kaya. Sayangnya, ada sekitar sepertiga dari total 267 juta penduduk Indonesia tidak memiliki akses ke Internet atau, bahkan, dalam beberapa kasus, belum teraliri listrik.