Pada 13 Maret, DPR AS dengan suara mayoritas meloloskan RUU yang mengharuskan perusahaan induk TikTok di Beijing untuk menjual platformnya atau menghadapi larangan nasional.
Upaya itu sebelumnya sempat ditentang Senat AS karena melanggar kebebasan berpendapat, namun akhirnya disetujui para legislator pada 24 April.
Joe Biden telah menandatangani RUU itu segera sah menjadi UU.
Lebih dari separuh dari 50 negara bagian di AS telah melarang TikTok dari perangkat pemerintah karena masalah keamanan data.
Pada 6 November, pemerintah federal Kanada memerintahkan TikTok untuk menghentikan operasinya di negara tersebut karena kekhawatiran adanya campur tangan asing.
Keputusan untuk menutup dua kantor TikTok di Toronto dan Vancouver berasal dari saran para ahli keamanan dan intelijen Kanada.
Namun warga Kanada masih bisa mengakses TikTok dan membuat konten. Meski demikian otoritas memperingatkan warga bahwa data mereka bisa jatuh ke pemerintah China.
Pada 17 Maret, Selandia Baru mengumumkan aka melarang TikTok dari ponsel anggota parlemen dan PNS.
Namun tidak seperti negara lain seperti Inggris, larangan tersebut tidak memengaruhi semua pekerja pemerintah dan hanya berlaku untuk sekitar 500 orang yang beraktivitas di kompleks parlemen.
Pada 2020, India memberlakukan larangan terhadap TikTok dan puluhan aplikasi China lainnya, termasuk WeChat karena masalah privasi dan keamanan.
Larangan tersebut diberlakukan tak lama setelah bentrokan antara pasukan India dan China di perbatasan Himalaya yang menewaskan 20 tentara India dan melukai puluhan lainnya.