Tahun lalu, terdapat sekitar 1.100 tentara AS di Niger. Militer AS beroperasi di dua pangkalan di negeri Afrika itu, termasuk pangkalan drone yang dikenal sebagai Pangkalan Udara 201, yang dibangun di dekat Agadez di Niger Tengah dengan biaya lebih dari 100 juta dolar AS.
Sejak 2018, pangkalan tersebut digunakan untuk memerangi militan ISIS dan Jama'at Nusrat al-Islam wal Muslimeen (afiliasi al Qaeda di wilayah Sahel Afrika).
Abdramane menuturkan, Pemerintah Niger tidak mengetahui jumlah personel sipil dan militer AS yang berada di wilayah negara Afrika itu, begitu pula jumlah peralatan yang dikerahkan Amerika. Menurut perjanjian yang telah dicabut itu, militer AS juga tidak memiliki kewajiban untuk menanggapi permintaan bantuan apa pun dari Niger melawan kelompok militan.
“Mengingat semua hal di atas, pemerintah Niger, segera mencabut perjanjian mengenai status personel militer Amerika Serikat dan pegawai sipil Departemen Pertahanan Amerika di wilayah Republik Niger,” kata Abdramane.
Kudeta terjadi di Niger pada 26 Juli tahun lalu. Presiden Mohamed Bazoum digulingkan dan ditahan oleh pengawalnya sendiri, dipimpin oleh Jenderal Abdourahmane Tchiani. Sejak merebut kekuasaan, junta Niger—seperti juga penguasa militer di negara tetangga Mali dan Burkina Faso—telah mengusir pasukan Prancis dan Eropa lainnya, dan meminta dukungan Rusia.