"Dia bisa saja mengatakan,' Anda tahu, saya dipersiapkan untuk menjadi pemimpin negara secara nama saja, tetapi tidak dalam kondisi seperti ini'," kata dia, menambahkan.
Meskipun menjadi pemimpin Myanmar, perempuan 73 tahun itu tidak bisa ikut campur dalam urusan militer. Myanmar belum bisa lepas dari sistem pemerintahan junta militer.
Pembantaian terhadap muslim etnis Rohingya sudah terjadi sejak 2012 dan memicu kecaman komunitas internasional. Saat itu, 100.000 warga terpaksa meninggalkan rumah mereka. Kekerasan terbaru terjadi pada Agustus 2017 yang memaksa 700.000 warga eksodus ke Bangladesh.
PBB menyebut militer Myanmar melakukan pembunuhan, pemerkosaan massal, penyiksaan, serta membakar perkampungan warga Rohingya.