Masalahnya, pada proses ini ada bagian yang tak terungkap ke publik, seperti bagaimana kelompok koalisi memperoleh suara tambahan agar mendapat jumlah kursi yang dibutuhkan. Tiba-tiba raja mengumumkan siapa yang menjadi perdana menteri.
Pada pemilu Malaysia sebelumnya, pemenang sudah bisa terlihat setelah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan hasilnya. Ini karena perolehan suara koalisi pemenang terpaut jauh dengan pesaingnya, seperti terjadi pada Pakatan Harapan pada pemilu ke-14 tahun 2018. Namun pada pemilu kali ini, tak ada satu pun partai atau koalisi yang berhasil meraih suara mayoritas.
Pada kondisi ini, hasil akan ditentukan oleh lobi yang dilakukan koalisi Anwar Ibrahim dan Muhyiddin Yassin untuk merebut suara dari Barisan Nasional maupun GPS.
Hal yang perlu diingat, dari 30 kursi yang dimiliki Barisan Nasional belum tentu semua diberikan untuk mendukung koalisi Anwar atau Muhyiddin. Sangat mungkin suara Barisan Nasional yang dipimpin UMNO terpecah. Kondisi yang sama juga terjadi pada GPS.
Namun pada akhirnya keputusan tetap beraada di tangan Raja untuk menentukan perdana menteri yang baru.