Shahab mengatakan, ada puluhan atau 100 lebih pengungsi dalam rombongannya yang meninggal dalam perjalanan itu.
Dia menggambarkan ratusan laki-laki, perempuan, dan anak-anak, berdesakan di atas kapal, tidak bisa bergerak. Mereka tak punya pelindung untuk menghindari dari hujan dan teriknya sengatan matahari.
Para korban mulai berjatuhan setelah persediaan makanan dan air minum habis. Jasad pengungsi yang meninggal kemudian dilempar ke laut.
“Saya kira tidak akan bisa pulang hidup-hidup. Saya kangen keluarga, terutama orangtua,” ujarnya, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (5/5/2020).
Keinginn untuk pergi dari Bangladesh tak lepas dari kondisi di negara itu. Shahab mencari uang dengan menarik tuk-tuk, namun orang-orang tak mau menggunakan jasanya karena sebagai pengungsi.