Di perjalanan pulang menyeberang Telk Benggala, kata Shahab, kapal diterjang badai.
"Kami menghadapi badai tiga kali," ujarnya.
Pengungsi lain, Hassan, mengatakan, beberapa penumpang yang putus asa mulai minum air laut. Mereka tampaknya berhalusinasi karena mengatakan air laut menjadi manis. Tidak sedikit yang kemudian melompat ke laut dan tak pernah kembali.
"Banyak yang melompat ke air, semua orang mengatakan jauh lebih baik mati di laut dibandingkan di kapal,” kata Hassan.
Sementara itu para penumpang yang kondisinya lebih baik hanya bisa berpegangan sambil menangis dan berdoa.
Saat kapal tiba di Myanmar, ada harapan setidaknya mereka bisa mendapatkan makanan. Namun otoritas Myanmar tak membolehkan mereka berlabuh.
"Semakin banyak yang sekarat dan akan dibuang ke laut. Saya mulai bertanya-tanya kapan giliran saya mati,” tuturnya.
Para pengungsi akhirnya memaksa kapten untuk membawa mereka kembali ke Bangladesh. Dalam satu malam, mereka mendarat dan siap memulai kehidupan seperti sedia kala.