Sebagai informsi, klien utama Zhenhua diketahui adalah Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dan Partai Komunis China (PCC).
"Saya pikir ini berbicara tentang ancaman yang lebih luas dari apa yang dilakukan China dan bagaimana mereka mengawasi, memantau, dan berusaha memeranguhi bukan hanya warga negara sendiri, tetapi warga di seluruh dunia," lanjutnya.
Dari data yang berhasil dipulihkan ditemukan 250.000 catatan yang berisi data pribadi 52.000 warga Amerika Serikat, 35.000 warga Australia, 10.000 data penduduk India, 9.700 Inggris, 5.000 Kanada, 2.100 orang India, 1.400 Malaysia dan 138 Papua Nugini.
Temuan lainnya, 793 data warga Selandia Baru yang diprofilkan dalam data base, 734 di antaranya ditandai dengan minat khusus atau terpapar secara politik.
"Dalam prosesnya, perusahaan telah melanggar privasi jutaan warga global persyaratan layanan dari hampir semua platform media sosial utama dan meretas perusahaan lain untuk mendapatkan datanya," kata Kepala Eksekutif Internet 2.0, Robert Potter dikutip dari ABC, Kamis (24/9/2020).
"Pengumpulan data massal ini terjadi di sektor swasta China, dengan cara yang sama Beijing mengalihkan kemampuan serangan dunia maya ke subkontraktor swasta," tambahnya.