Raul Mejia, yang memimpin pasukan kepolisian, mengatakan kepada stasiun TV yang sama bahwa dia para personelnya telah diperintahkan untuk mundur. “Kami tak ingin membahayakan warga,” ujarnya. Mejia pun menuturkan, seharusnya ada pemakaman yang terpisah bagi pasien Covid-19.
Saat ini, Pemerintah Honduras memberlakukan jam malam sejak pertengahan Maret. Seluruh sekolah, universitas, layanan publik nonesensial, dan bisnis swasta di negara itu ditutup untuk menekan penyebaran pandemi corona. Langkah pembatasan tersebut dijadwalkan berakhir pada 17 Mei ini.
Insiden berulang
Pada Senin (4/5/2020) lalu, ratusan orang lainnya di Honduras juga memblokir jalan raya untuk mencegah pemakaman pasien Covid-19 di dekat lingkungan mereka. Pada waktu itu, ada sekitar 300 penduduk dari 20-an kawasan permukiman menggelar aksi protes. Massa tersebut—yang juga bersenjatakan batu-batu besar—membakar ban dan ranting-ranting kayu untuk memblokir jalan raya di perbatasan Kota Tegucigalpa dan Afdeling Olancho.
Polisi anti-huru-hara pun akhirnya bergerak untuk menyapu para demonstran dan membuka blokir jalan tersebut. Wakil Menteri Kesehatan Honduras, Roberto Cosenza mengatakan, insiden semacam itu bakal menjadi semakin umum di negaranya.
Di beberapa wilayah Honduras, penduduk setempat bahkan bergabung dengan aparat keamanan untuk mencegah iring-iringan pemakaman melewati lingkungan mereka. “Kerabat pasien harus mencoba menemukan tempat yang tepat untuk menguburkan jenazah,” kata Cosenza dikutip AFP.
Dalam beberapa kasus, ada pula keluarga sendiri yang justru menolak menerima jenazah korban virus corona dari kamar mayat, meskipun jasad korban itu telah dibungkus plastik. “Petugas Dinas Kesehatan akhirnya yang harus pergi ke pemakaman untuk menguburkan jenazah itu,” tutur Cosenza.