Kemudian, dia sedikit menghindari Kolomoisky yang saat itu merupakan sekutu Poroshenko yang diatur strategi kampanyenya.
Ketimbang menghadiri konferensi pers, ia justru lebih memilih untuk melakukan pidato singkat atau memposting konten komedi secara rutin di YouTube dan Instagram.
Pada 31 Maret 2019, ia memenangkan lebih dari 30 persen suara pada putaran pertama pemilihan presiden, dan Poroshenko menempati posisi kedua dengan 16 persen. Dia menolak berdebat dengan Poroshenko sampai dua hari sebelum putaran kedua pemungutan suara dimulai, dan pertemuan itu bernuansa acara olahraga.
Pada 19 April 2019, puluhan ribu orang berkumpul di Stadion Olimpiade Kyiv untuk menyaksikan acara debat tersebut. Meskipun Poroshenko berusaha menggambarkan Volodymyr sebagai pemula politik yang tidak memiliki ketabahan untuk menghadapi Presiden Rusia, Vladimir Putin, ia gagal memberikan argumen telak kepada lawannya.
Lalu, debat selanjutnya dijadwalkan pada malam harinya, tapi ia tidak hadir dan menyatakan bahwa “Sudah cukup banyak perdebatan untuk satu hari.”
Dua hari setelahnya, Volodymyr Zelensky terpilih sebagai Presiden Ukraina dengan perolehan suara 73 persen. Untuk beberapa hari pertamanya sebagai presiden terpilih, ia sudah dihadapi tantangan kebijakan luar negeri pertamanya ketika Vladimir Putin mengumumkan keputusannya untuk menawarkan paspor Rusia kepada warga Ukraina.
Akan tetapi, Zelensky mencemooh tawaran tersebut, dan menanggapinya dengan sebuah postingan di Facebook yang seolah-olah memberikan kewarganegaraan Ukraina kepada orang-orang Rusia dan negara-negara lain. 20 Mei 2019, ia baru dilantik sebagai presiden menggunakan pidato yang disampaikan dalam bahasa Rusia dan Ukraina untuk menyerukan persatuan nasional.
Kemenangannya sebagai presiden tidak memberikan mandat legislatif karena Sluha Narodu tidak menduduki satu kursi pun di parlemen. Pada 21 Juli 2019, pemilu cepat dilaksanakan untuk menempati posisi di parlemen.
Sluha Narodu meraih 254 dari 450 kursi. Hasil ini merupakan pertama kalinya dalam sejarah Ukraina, bahwa satu partai dapat memegang kendali penuh atas agenda legislatif.