“Sebagian besar pasien (Covid-19) memiliki gejala ringan. Selain itu, kami memiliki layanan telemedicine yang memadai. Itu mungkin juga menjadi alasan mengapa banyak tempat tidur rumah sakit yang kosong,” klaim Wakil Kepala Departemen Kesehatan Bangladesh, Nasima Sultana, kepada AFP, akhir pekan ini.
Akan tetapi, klaim tersebut dibantah para ahli kesehatan dan pengidap virus corona di Bangladesh. Mereka mengatakan, banyak orang khawatir akan tingkat perawatan yang bakal mereka terima di rumah sakit milik pemerintah.
“Mereka mengatakan kepada kami bahwa mereka lebih baik mati di rumah daripada mati di rumah sakit,” ungkap salah seorang aktivis dari al-Manahil, lembaga amal yang menyediakan layanan ambulans dan pemakaman di Chittagong.
Sebuah survei terhadap lebih dari 80.000 orang, yang dilakukan dengan dukungan dari PBB menemukan bahwa 44 persen orang Bangladesh terlalu takut dibawa ke rumah sakit jika hasil tes Covid-19 mereka ternyata positif.
Di Kota Chittagong—yang kini juga menjadi titik panas penyebaran virus corona di Bangladesh—hanya setengah dari total tempat tidur khusus Covid-19 di rumah sakitnya yang terisi pasien. Ada sekitar 87.000 kasus virus corona aktif Bangladesh. Sebanyak 80 persennya berada di Dhaka dan Chittagong—dua kota besar dengan total gabungan penduduknya mencapai 25 juta jiwa.