Biaya ini dapat membantu mahasiswa keturunan Amerika Latin yang kesulitan membiayai kuliahnya. Mereka juga bisa menempatkan anak mereka selama 36 bulan agar mereka bisa bekerja atau mendapatkan tambahan 20 bulan tambahan premi untuk asuransi kesehatan dari perusahaan.
Dengan kata lain, kita dapat menjelaskan bahwa struktur demografi penduduk dan struktur pengupahan menjadi saling melengkapi dan memfasilitasi menguatnya paham rasialisme di AS terlepas dari semakin membesarnya kelompok-kelompok di masyarakat Amerika yang menyadari bahwa paham rasialis ini melanggar hak asasi manusia (HAM) kulit berwarna.
Kelompok mayoritas konservatif kulit putih menyadari keuntungan demografis ini sehingga mereka sangat khawatir dengan besarnya arus migrasi, terutama dari masyarakat Amerika Latin. Mereka khawatir bahwa semakin besarnya masyarakat Amerika Latin yang berimigrasi ke AS akan mengubah struktur demografi AS.
Mereka khawatir bahwa kelompok yang dulu minoritas secara demografi akan semakin bertambah jumlahnya dan mengganggu privilese mereka sebagai kelompok mayoritas. Kekhawatiran ini yang kemudian dilihat oleh elite-elite politik sebagai kesempatan untuk mendulang suara pemilih.
Elite-elite politik mengeksploitasi kekhawatiran kelompok mayoritas akan bertambahnya populasi kelompok minoritas dan yang kemudian akan mengancam posisi mereka. Kekhawatiran ini bukan hanya di Amerika, tapi tampak di negara-negara yang saat ini dikuasai oleh kelompok-kelompok populis yang didominasi oleh etnis atau agama tertentu.
Mereka mengeksploitasi perbedaan identitas ras, etnis, dan agama untuk mengalihkan kritik masyarakat atas tidak adilnya distribusi kekayaan menjadi persoalan identitas. Strategi ini yang diambil oleh Presiden Brasil Jair Bolsonaro, Perdana Menteri India Narendra Modi, dan Perdana Menteri Italia Matteo Salvini.
Seperti pengalaman di AS atau Brasil, pemahaman rasialis ini tidak akan membawa struktur masyarakat dalam kestabilan yang permanen. Semaju-majunya negara, akan ada sebuah titik di mana kemajuan atau prestasi ekonomi yang telah dicapai dapat hancur atau membuatnya mundur lagi dalam waktu singkat karena masalah rasialisme.
Pengalaman Jerman di bawah Hitler telah membuktikan hal tersebut dan kita masih bertanya-tanya akankah ekonomi Amerika akan mengalami hal yang sama. Kita akan melihat apakah Donald Trump akan mengambil jalan damai untuk menyelesaikan masalah rasialisme atau mengambil jalan keras seperti yang dilakukan oleh presiden-presiden AS terdahulu. Waktu nanti yang akan membuktikannya.*
*Artikel ini telah tayang di Koran SINDO