"Ini kemungkinan besar bukan terorisme," kata Parcon, seraya menambahkan, penyelidik mendalami perseteruan lokal dan dendam pribadi, dikutip dari Associated Press, Senin (31/8/2020).
Kelompok gerilyawan muslim yang menguasai daerah tersebut juga membantah terlibat. Mereka mengatakan siap membantu menyelidiki pembunuhan sadis tersebut, semua korban beragama Islam.
"Tindakan kekerasan yang tidak masuk akal seperti itu tidak memiliki tempat di masyarakat, terutama pada saat orang berada dalam cengkeraman pandemi," kata kelokpok gerilyawan muslim, dalam pernyataan.
Serangan ini berselang sepekan setelah dua perempuan meledakkan bom dalam serangan bunuh diri terpisah di Kota Jolo, Provinsi Sulu, yang menewaskan 15 orang. Delapan dari korban tewas merupakan tentara dan polisi. Selain itu lebih dari 70 orang lainnya luka.
Presiden Rodrigo Duterte terbang ke Jolo pada Minggu di bawah pengamanan ketat untuk menemui para korban selamat dan keluarga korban tewas.
Militer menuduh komandan kelompok Abu Sayyaf, Mundi Sawadjaan, sebagai otak di balik serangan.
Pelaku bom bunuh diri diduga kuat janda dari anggota militan Abu Sayyaf pelaku serangan bunuh diri sebelumnya.