Pada Juli 2006, Hizbullah menyeberangi perbatasan ke Israel, menculik dua tentara zionis dan membunuh sejumlah prajurit lainnya. Hal itu memicu perang selama lima minggu yang melibatkan serangan besar-besaran Israel terhadap kedua benteng Hizbullah dan infrastruktur nasional Lebanon.
Sementara pasukan darat Israel bergerak ke Lebanon Selatan, sebagian besar konflik melibatkan serangan udara Israel dan tembakan roket Hizbullah. Konflik berakhir begitu saja, dan Israel gagal mencapai tujuan militernya di Lebanon Selatan. Sementara Hizbullah menyatakan pihaknya telah meraih “kemenangan ilahiah”.
Setidaknya 1.200 orang di Lebanon (sebagian besar warga sipil) dan 158 warga Israel (sebagian besar tentara) tewas dalam konflik itu.
Pada 23 September, Israel melancarkan “Operasi Panah Utara” terhadap Hizbullah setelah hampir satu tahun saling tembak di perbatasan Lebanon-Israel bersamaan dengan perang di Jalur Gaza. Operasi itu terjadi kurang dari seminggu setelah pager dan walkie-talkie yang digunakan para anggota Hizbullah meledak di Lebanon. Hizbullah menyebut peledakan massal perangkat komunikasi itu sebagai ulah Israel.
Eskalasi konflik di perbatasan Lebanon dimulai sehari setelah para pejuang Hamas melancarkan serangan skala besar terhadap Israel Selatan pada 7 Oktober 2023, yang kemudian direspons Israel dengan membombardir Jalur Gaza secara membabi buta. Hizbullah mengatakan, serangannya ke Israel sebagai bentuk dukungan kepada rakyat Palestina.
Serangan udara Israel meningkat dan menghantam wilayah Lebanon Selatan dan lembah Bekaa. Serangan itu juga menyasar lokasi di pinggiran selatan Beirut dan bahkan mencapai Distrik Keserwan yang mayoritas Kristen di utara Beirut untuk pertama kalinya. Hizbullah menanggapi agresi militer zionis itu dengan rentetan roket yang ditembakkan ke Israel.
Ratusan orang terbunuh dan ribuan lainnya terluka di Lebanon. Sementara puluhan ribu orang meninggalkan rumah mereka di bagian selatan, mengungsi ke berbagai tempat di Lebanon dan bahkan ke negara tetangga Suriah yang tengah dilanda perang. Sebagian besar pengungsi berlindung di sekolah-sekolah.