“Data menunjukkan bahwa remdesivir memiliki dampak positif yang jelas, signifikan, dalam mengurangi waktu penyembuhan pasien. Temuan ini sangat penting, karena penelitian membuktikan bahwa obat dapat memblokir virus (Covid-19) ini,” ujar Direktur NIAID, Anthony Fauci, kepada wartawan di Gedung Putih, dikutip AFP, Kamis (30/4/2020).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan, pasien yang memakai remdesivir cenderung lebih sedikit yang meninggal, meskipun perbedaannya terbilang kecil dibandingkan mereka yang tidak diberikan obat itu. Tingkat kematian pada pasien yang menggunakan remdesivir adalah 8,0 persen, sedangkan tingkat kematian kelompok pasien yang diberikan plasebo 11,6 persen.
Uji coba di AS ini dimulai pada 21 Februari lalu dengan melibatkan 1.063 orang di 68 lokasi di Amerika Serikat, Eropa, dan Asia. Baik pasien maupun dokter, tidak mengetahui dari kelompok mana mereka berasal, untuk menghilangkan bias yang tidak disadari.
Gilead Sciences, laboratorium AS yang memproduksi remdesivir, berencana menyumbangkan 1,5 juta dosis obat itu untuk merawat setidaknya 140.000 pasien Covid-19. “Selanjutnya, perusahaan kami akan menjual obat ini dengan harga terjangkau,” kata Pimpinan Gilead Sciences, Daniel O'Day, kepada situs berita kesehatan Stat.
Sementara, ahli epidemiologi di Universitas Oxford, Peter Horby, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, belum sepenuhnya percaya pada hasil studi yang diklaim AS tersebut. “Kita perlu melihat hasil lengkap penelitiannya. Tetapi jika temuan itu telah dikonfirmasi, ini akan menjadi hasil yang fantastis dan berita bagus untuk perang melawan Covid-19,” tuturnya.