WASHINGTON DC, iNews.id – Amerika Serikat menegaskan Gaza harus diperintah oleh orang-orang Palestina setelah Israel mengakhiri perangnya melawan Hamas di wilayah tersebut. Washington DC pun menolak gagasan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang mengatakan bahwa Israel akan bertanggung jawab atas keamanan Gaza tanpa batas waktu.
Pada 7 Oktober lalu, para pejuang Hamas menerobos perbatasan Gaza dan menyerang Israel pada 7 Oktober. Serangan yang disebut “Operasi Banjir al-Aqsa” tersebut menewaskan 1.400 orang Israel. Sebulan kemudian, Washington DC mulai berdiskusi dengan para pemimpin Israel dan Arab tentang masa depan Jalur Gaza tanpa pemerintahan Hamas.
Meskipun rencana tersebut belum muncul, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Rabu (8/11/2023) menguraikan komentar paling komprehensif mengenai ekspektasi Amerika terhadap masa depan Gaza.
“Tidak ada pendudukan kembali di Gaza setelah konflik berakhir. Tidak ada upaya untuk memblokade atau mengepung Gaza. Tidak ada pengurangan wilayah Gaza,” kata Blinken dalam konferensi pers di Tokyo, Jepang, kemarin.
Blinken mengatakan, mungkin memang diperlukan “masa transisi” di akhir konflik. Akan tetapi, pemerintahan pascakrisis di Gaza harus mencakup suara-suara dari rakyat Palestina. “Hal ini harus mencakup pemerintahan yang dipimpin Palestina dan penyatuan Gaza dengan Tepi Barat di bawah Otoritas Palestina,” ujarnya seperti dikutip Reuters, hari ini.
Pada Senin (6/11/2023), Netanyahu mengatakan kepada ABC News bahwa Israel akan “memikul tanggung jawab keamanan” di Gaza setelah perang. Dengan kata lain, wilayah Palestina itu bakal berada di bawah pengawasan polisi dan tentara zionis.
Komentar Netanyahu itu tampak bertentangan dengan para pejabat AS yang mengatakan bahwa Israel tidak ingin mengendalikan Gaza “pasca-Hamas”.
“Saya pikir Israel, untuk jangka waktu yang tidak ditentukan, akan memikul tanggung jawab keamanan secara keseluruhan karena kita telah melihat apa yang terjadi jika kita tidak memiliki tanggung jawab keamanan tersebut,” dalih Netanyahu.