"Di Kerala, kerukunan antaragama adalah hal biasa. Orang-orang dari agama yang berbeda berkumpul bersama dalam pernikahan dan itu tidak dianggap sebagai masalah besar di negara bagian. Kami berdiri sebagai satu keluarga yang diikat bersama dalam cinta dan penghormatan. Itulah mengapa acara ini sangat berarti bagi saya," ujarnya.
Pastor Kent Middleton, yang berasal dari Afrika Selatan, mengatakan dia antusias menjadi tuan rumah Iftar sekuler dan akan melakukannya secara teratur ke depan.
"Seluruh etos di baliknya adalah fakta bahwa 2019 adalah Tahun Toleransi. Kami memiliki hak istimewa yang luar biasa di UEA untuk hidup, bekerja dan beribadah bersama. Masyarakat di seluruh dunia terpecah-pecah dan patah di mana ada begitu banyak kekurangan dalam hal rasa hormat dan martabat satu sama lain. Namun, di sini di UAE, kami menunjukkan kepada orang-orang bagaimana kita semua hidup dengan harmonis. Kami dapat menemukan kesatuan dalam keanekaragaman," paparnya.
"Sebagai seorang pendeta saya harus membawa aspek agama untuk itu. Terlepas dari perbedaan kita, kita semua adalah kreator dalam image Tuhan. Karena itu saya melihat kami sederajat dan kami adalah satu keluarga besar. Sebuah pemandangan untuk dilihat adalah melihat saudara-saudara Muslim saya salat di dalam bangunan gereja. Itu sangat mengharukan."
"Selama 13 tahun saya tinggal di UEA, saya belum pernah melihat yang seperti ini. Setahu saya, ini adalah pertama kalinya sebuah gereja mengadakan salat usai Iftar di dalam bangunannya. Saya melayani sebagai pastor paroki di gereja selama delapan tahun dan gereja dibangun di bawah kepemimpinan saya. Hari ini telah menciptakan sejarah dan saya bangga saya adalah bagian dari semuanya," kata Pastor Nelson Fernandes, mantan pastor paroki dari gereja Anglikan St. Luke.