"Penahanannya karena menyampaikan pendapatnya merupakan tamparan terhadap kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi Mesir, dan juga kewajiban internasional dan janji Mesir untuk memerangi pelecehan seksual," ujar Boumi.
Baoumi mengatakan, Fathy merupakan salah seorang yang menjadi target dalam usaha pemerintah membungkam para penentang di Mesir. Suami Fathy, Mohammed Lofty, merupakan pengacara HAM dan direktur sebuah organisasi HAM.
Dia secara aktif sudah melakukan penentangan terhadap penahanan istrinya.
"Tuduhan ini sama sekali tidak memiliki dasar," ujar Lofty.
Pada Juli, Parlemen Mesir meloloskan UU dengan sasaran akun media sosial yang memiliki lebih dari lima ribu follower yang sekarang dianggap sebagai media.
Mereka bisa diadili bila ditemukan menyebarkan 'berita palsu' atau membuat agitasi yang menyebabkan kerusuhan. Presiden Abdel Fattah Al Sisi mengesahkan UU tersebut pada Agustus.
Ini merupakan kasus kedua di mana pemerintah Mesir menghukum perempuan yang mengeluhkan perilaku pria di sana.
Pada Juni, seorang turis asal Lebanon, Mona Al Mazbouh, ditahan setelah memasang video di Facebook. Dalam video itu dia mengeluhkan pelecehan seksual yang dialaminya di Kairo.