Pada tahun 2007 Pemprov DKI Jakarta memutuskan membeli lahan 3,7 hektare di Kelurahan Balekambang sebagai habitat asli buah dengan sembilan varietas itu. Lokasi konservasi yang berada di bantaran Sungai Ciliwung tepatnya Jalan Kayu Manis RT 7 RW 5 sempat terbengkalai, namun mulai diseriusi tahun 2013.
Asnawi, salah satu warga di sana tak keberatan menjual sebidang lahannya demi keberlangsungan Salak COndet.
"Saya lebih mengutamakan kepentingan umum kalau masih ada pohon akan terjadi berbagi oksigen," katanya.
Perlu diketahui ada 3.000 pohon Salak Condet yang ditanam di Cagar Buah Condet itu. Pohon baru bisa berbuah setelah 4-5 tahun ditanam dengan proses persemaian memakan waktu lima bulan.
Di antara ribuah pohon itu hanya sekitar 200 pohon yang aktif dengan hasil panen tak mencapai 200 kg. Sebagian hasil panen dibagikan ke masyarakat sekitar dan sebagian dijual di pinggir jalan.
Selain terancam oleh urbanisasi, saat ini Cagar Buah Condet juga terancam banjir yang kerap menerjang. Terutama pada tahun 2018 di mana banjir bandang merendam mayoritas pohon menyebabkan busuk. Untuk menyelamatkan, upaya pelestarian terus dilakukan terutama dengan pengembangbiakkan sistem cangkok.
Semoga segala upaya pelestarian terus dilakukan untuk menjaga keberadaan Salak Condet. Agar buah favorit para pejabat sejak masa kolonial ini tak hanya menjadi kisah bagi anak cucu kita.