Pemprov DKI: Kualitas Udara di Jakarta Turun saat Musim Kemarau

Widya Michella
Pemprov DKI Jakarta mengingatkan kualitas udara di Ibu Kota turun saat musim kemarau. (Foto: Antara)

JAKARTA, iNews.id - Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta; Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG); Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK); dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta mewaspadai adanya penurunan kualitas udara akibat musim kemarau. Pemprov Jakarta memperketat penerapan kebijakan uji emisi dan ganjil genap untuk mengurangi sumber polusi dari sektor transportasi.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengungkapkan terjadi penurunan kualitas udara di wilayah DKI Jakarta yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi PM2.5 saat memasuki musim kemarau pada bulan Mei hingga Agustus 2023. Hal tersebut terjadi karena curah hujan dan kecepatan angin rendah mengakibatkan PM2.5 akan terakumulasi dan melayang di udara dalam waktu yang lama.

Hasil pantauan konsentrasi PM2.5 di Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) DLH DKI Jakarta menunjukkan pola diurnal yang mengindikasikan perbedaan pola antara siang dan malam hari. Konsentrasi PM2.5 cenderung mengalami peningkatan pada waktu dini hari hingga pagi dan menurun di siang hingga sore hari.

"Pada periode akhir Mei sampai awal Juni 2023 konsentrasi rata-rata harian PM2.5 berada pada level 47,33- 49,34 µg/m3. Selama periode tanggal 21 Mei hingga 7 Juni 2023, konsentrasi PM2.5 di wilayah DKI Jakarta mengalami penurunan kualitas udara dan berada dalam kategori sedang hingga kategori tidak sehat," ujar dia, Jumat (16/6/2023).

Sementara itu, Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG Dr Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan proses pergerakan polutan udara seperti PM2.5 dipengaruhi oleh transport angin yang bergerak dari satu lokasi ke lokasi yang lain.

“Angin yang membawa PM2.5 dari sumber emisi dapat bergerak menuju lokasi lain, sehingga menyebabkan terjadinya potensi peningkatan konsentrasi PM2.5,” kata Ardhasena.

Selain itu, kelembaban udara relatif yang tinggi dapat menyebabkan munculnya lapisan inversi yang dekat dengan permukaan. Lapisan inversi merupakan lapisan di udara yang ditandai dengan peningkatan suhu udara yang seiring dengan peningkatan ketinggian lapisan.

“Dampak dari keberadaan lapisan inversi menyebabkan PM2.5 yang ada di permukaan menjadi tertahan, tidak dapat bergerak ke lapisan udara lain, dan mengakibatkan akumulasi konsentrasinya yang terukur di alat monitoring,” tutur Ardhasena.

Sementara itu, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK, Luckmi Purwandari menyampaikan berdasar Peraturan Menteri LHK 14 tahun 2020 tentang Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU), kualitas udara diklasifikasikan menjadi 5 (lima) yaitu baik, sedang/moderate, tidak sehat, sangat tidak sehat,  dan berbahaya.

Editor : Rizal Bomantama
Artikel Terkait
Nasional
19 jam lalu

BMKG Ungkap Fakta Mengejutkan, Sebut Tarakan Daerah Paling Rawan Gempa di Kalimantan

Nasional
19 jam lalu

BMKG Deteksi Siklon Tropis Fung-Wong, Waspada Hujan Lebat hingga Gelombang Tinggi

Nasional
2 hari lalu

Modifikasi Cuaca di Jakarta Efektif, bakal Berlangsung hingga 10 November

Nasional
2 hari lalu

Investasi di Jakarta Tembus Rp204 Triliun, Jadi Daya Tarik Ekonomi Nasional

Sains
3 hari lalu

Supermoon 5 November 2025 di Jakarta Malam Ini Tertutup Awan, Ini Fotonya!

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal