Sejak Selasa (25/6/2019) lalu, situs penyedia data atau peta polusi di kota-kota di dunia, AirVisual, melaporkan tingkat polusi udara Jakarta terburuk di dunia. Bahkan, pada Rabu (26/6/2019) pagi, AirVisual juga menyebutkan bahwa Jakarta menempati urutan pertama sebagai kota dengan polusi udara terburuk secara global.
AirVisual mencatat nilai air quality index (AQI) atau indeks kualitas udara Jakarta pada Rabu pagi kemarin sebesar 200 atau kategori unhealthy (tidak sehat). Sementara, pada Selasa pagi, angkanya mencapai 231 atau kategori very unhealthy (sangat tak sehat). AQI menjadi indeks yang menggambarkan tingkat keparahan kualitas udara di suatu wilayah.
Menurut AirVisual, AQI dihitung berdasarkan enam jenis polutan utama, seperti PM 2,5, PM 10, karbon monoksida, asam belerang, nitrogen dioksida, dan ozon permukaan tanah. Rentang nilai AQI dari 0 sampai 500. Semakin tinggi nilainya, maka semakin tinggi tingkat polusi udara di wilayah tersebut.
Kualitas udara buruk di Jakarta juga laporkan oleh data situs resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang memantau di kawasan Gelora Bung Karno (GBK). Kondisi udara di Jakarta pada Selasa pagi dalam keadaan tidak sehat. Dengan nilai konsentrasi parameter PM 2,5 sebesar 100 mikrogram per meter kubik, dan; pada siangnya masih berada dikisaran nilai 63. Untuk Rabu siang turun menjadi 40.
Keadaan polusi ini tidak sehat bagi masyarakat umum saat masuk kategori very unhealthy. Terlebih bagi orang-orang yang sensitif terhadap polusi udara. Mereka akan mengalami penurunan daya tahan tubuh jika berkegiatan di luar ruangan dengan kondisi polusi yang baik.
Kelompok orang yang sensitif ini sebaiknya tetap berada di dalam rumah dan membatasi diri beraktivitas di luar ruangan. Dengan kondisi polusi udara yang seperti itu, AirVisual dalam situsnya menyarankan masyarakat menggunakan masker, alat pembersih udara, tidak membuka jendela rumah, dan menghindari dulu berolahraga di luar rumah.