JAKARTA, iNews.id - Isu 3 fakta amplop kondangan kena pajak saat ini sedang menjadi pembicaraan hangat di masyarakat. Banyak yang bertanya-tanya, benarkah pemerintah akan mengenakan pajak pada setiap amplop kondangan yang diterima?
Isu ini memicu banyak pertanyaan dan bahkan kepanikan, terutama bagi mereka yang akan atau baru saja menggelar acara hajatan seperti pernikahan atau syukuran. Agar tidak salah paham, mari kita ulas secara detail berdasarkan fakta-fakta terbaru yang sudah dikonfirmasi oleh pihak berwenang.
Semuanya bermula dari pernyataan seorang anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, yang mengkritisi kebijakan fiskal pemerintah dalam rapat kerja bersama Menteri BUMN Erick Thohir dan CEO Danantara Rosan Roeslani pada Rabu (23/7/2025).
Mufti menyoroti langkah pemerintah yang tengah menerapkan pajak di sejumlah sektor usaha, dan menyebut isu bahwa orang yang menerima amplop kondangan akan dikenakan pajak. Hal ini memicu kekhawatiran besar di masyarakat.
"Bahkan kami dengar dalam waktu dekat orang yang mendapat amplop di kondangan, dan di hajatan akan dimintai pajak oleh pemerintah. Nah ini kan tragis, sehingga ini membuat rakyat kami hari ini cukup menjerit," kata Mufti.
Ia juga menyinggung soal peraturan penunjukan e-commerce sebagai pemungut pajak pedagang online dan beban pajak yang dirasakan pelaku UMKM di daerah. Menurut Mufti, keadaan ini berkaitan dengan pengalihan dividen BUMN ke Danantara yang menyebabkan kehilangan pemasukan negara sehingga Kementerian Keuangan harus mencari sumber pemasukan baru.
"Kementerian Keuangan hari ini harus memutar otak, bagaimana harus menambal defisit yang kemudian lahirnya kebijakan-kebijakan yang membuat rakyat kita keringat dingin," tambahnya.
Menanggapi hal ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Rosmauli, memberikan klarifikasi penting. DJP secara tegas menyatakan bahwa tidak ada kebijakan baru yang secara khusus memungut pajak dari amplop kondangan, baik yang diterima secara tunai maupun transfer digital.
"Pernyataan tersebut mungkin muncul karena adanya kesalahpahaman terhadap prinsip perpajakan yang berlaku secara umum," jelasnya dikutip Kamis (24/7/2025).
Pernyataan ini diperkuat oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi yang juga menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki rencana mengenakan pajak pada amplop kondangan.
Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan, setiap tambahan kemampuan ekonomis memang dapat menjadi objek pajak, termasuk hadiah atau pemberian uang. Namun demikian, aturan ini tidak serta-merta berlaku untuk semua situasi.
Menurut Rosmauli, jika pemberian uang tersebut bersifat pribadi, tidak rutin, dan tidak berkaitan dengan pekerjaan atau usaha, maka tidak dikenakan pajak dan tidak menjadi prioritas pengawasan DJP. Karena amplop kondangan biasanya bersifat spontan dan personal bukan transaksi bisnis atau upah pekerjaan maka tidak termasuk objek pajak penghasilan.
Hal ini berarti penerima amplop kondangan tidak wajib melaporkan dana tersebut dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) maupun dikenakan pemotongan pajak secara otomatis.
DJP menegaskan sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip self-assessment, yaitu wajib pajak melaporkan penghasilannya sendiri melalui SPT Tahunan. Petugas pajak tidak melakukan pemungutan langsung di lokasi hajatan atau meminta bagian amplop kondangan secara langsung.
Narasi soal ‘razia’ pajak di acara keluarga adalah hoaks yang hanya menimbulkan keresahan. Pemungutan pajak hanya dilakukan berdasarkan laporan penghasilan rutin dan bisnis, bukan dari sumbangan personal seperti amplop kondangan.