Merepons hal itu, Budiman Sudjatmiko mengungkapkan bahwa persoalan ini telah berlangsung selama hampir 30 tahun. Ia mengungkapkan bahwa masyarakat hanya meminta 31 hektare dari total 200 hektar lahan yang pada tahun 1994 telah diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) kepada pihak swasta, yang mana HGB tersebut juga telah habis sejak tahun 2019 lalu.
"Masyarakat setempat di sana sekarang jatuh miskin, mereka tidak bisa bertani, mereka tidak bisa melaut, aksesnya juga ke pura, ada pura di tanah itu, tapi sudah dipagari nggak bisa masuk. Bertani nggak bisa, melaut nggak bisa, beribadah nggak bisa. Masyarakat di sana meminta kami dari pemerintah untuk agar ini dikembalikan lagi ke negara supaya bisa dimaafkan oleh rakyat dan tanah adat," katanya.
Budiman berjanji akan menyampaikan masalah ini kepada Presiden dan juga Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid agar bisa segera dicarikan jalan keluar. Menurutnya, secara politis dan emosional, masyarakat Jimbaran memiliki posisi yang sangat kuat untuk memperoleh hak-haknya.
"Insya Allah nanti rapat kabinet juga disampaikan. Kebetulan Bapak Presiden Prabowo Subianto kan tegas sekali. Mereka yang tidak membutuhkan HGB atau HGU dan ada rakyat miskin yang membutuhkan, apalagi ada sebagian tanah negara bisa dikelola oleh untuk kesejahteraan rakyat. Jadi ada secara politis Bapak Presiden Prabowo Subianto sudah memberikan payung payung kebijaksanaannya," ucap Budiman.