Oleh sebab itu upaya pemerintah pusat untuk menggali penerimaan demi menopang percepatan pemulihan ekonomi nasional sejatinya perlu diimbangi dengan kecepatan dan ketepatan eksekusi dari pemerintah daerah melalui belanja produktifnya.
Hambatan Belanja Daerah
Perekonomian nasional terbentuk oleh perekonomian daerah. Sementara perekonomian daerah tidak hanya dipengaruhi oleh pembangunan yang dibiayai oleh proyek-proyek APBN, tetapi juga APBD. Pada dasarnya APBD mengalami penerimaan yang tinggi meski di masa pandemi.
Besarnya penerimaan daerah dipengaruhi oleh makin besarnya transfer dari pemerintah pusat ke APBD. Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa hingga Maret 2021 pemerintah pusat telah merealisasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp172,96 triliun atau 21,7% dari pagu. Ironisnya, Data Kementerian Keuangan mencatat bahwa simpanan pemda pada Maret 2021 mengalami peningkatan hingga Rp18,39 triliun.
Angka tersebut meningkat 11,22% dari bulan sebelumnya. Nilai tersebut terus meningkat dari awal tahun 2021. Secara berturut-turut dari Januari adalah Rp133,50 triliun, Rp163,95 triliun, dan Rp182,33 triliun. Apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, simpanan pemda pada Maret 2021 meningkat Rp4,81 triliun atau 2,71%. Adapun jumlah tabungan pemda pada Maret tahun lalu sebesar Rp177,52 triliun.
Artinya, dengan nilai Rp172,96 triliun yang telah digelontorkan oleh pemerintah pusat, realitasnya pemda baru membelanjakannya hanya sebesar Rp98,9 triliun. Padahal daerah seharusnya melakukan sinkronisasi belanja sebagaimana yang telah dijalankan pusat untuk melakukan belanja dengan cepat.