Tidak cukup dengan satu paket stimulus, pemerintah kembali melanjutkan dengan stimulus ekonomi jilid II yang berisi kebijakan fiskal dan nonfiskal, utamanya untuk menopang aktivitas industri. Termasuk dalam paket stimulus fiskal yakni pembebasan pajak penghasilan (PPh) 21 untuk pekerja, penundaan pengenaan PPh Pasal 22 Impor, dan pengurangan PPh Pasal 25 Badan sebesar 30%.
Bauran kebijakan moneter dan fiskal diharapkan mampu membuat pelaku pasar lebih tenang, sehingga tekanan ke pasar keuangan, pasar modal dan sektor riil bisa berkurang atau mereda. Investasi portofolio dan investasi langsung diharapkan membaik sehingga IHSG di BEI dan rupiah bisa kembali menguat karena kepercayaan pasar membaik.
Sayangnya, bauran kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia dan Pemerintah kurang begitu mendapat respon positip oleh pasar. Pandemi corona bahkan semakin membuat kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 34,83% (year to date) pada posisi 20 Maret 2020. Sebagian besar manajer investasi dan perencana keuangan lebih mengambil sikap lebih konservatif. Investor agresif maupun konservatif lebih memilih untuk memperbesar jumlah kas.
Aksi jual saham dan Surat Berharga Nasional (SBN) berlanjut sehingga meningkatkan permintaan dollar Amerika Serikat yang membuat posisi nilai tukar Rupiah terus mengalami pelemahan hingga menembus Rp16.273 per dolar Amerika Serikat (20 Maret 2020). Berita penyebaran virus Corona yang semakin meluas hingga 166 negara dengan korban yang terpapar hingga lebih dari 275.000 jiwa ditambah kebijakan banyak negara yang mengunci negaranya (lockdown), membuat pasar belum yakin akan kondisi perekonomian yang lebih baik.
Perkembangan ini menyebabkan ketidakpastian yang sangat tinggi dan menurunkan kinerja pasar keuangan global, menekan banyak mata uang dunia, serta memicu pembalikan modal kepada aset keuangan yang dianggap aman terutama uang kas dan deposito.
Merespons capaian dari kondisi pasar yang cenderung kurang menggembirakan, Bank Indonesia kembali mengeluarkan stimulus kebijakan moneter guna menjaga stabilitas pasar uang dan sistem keuangan. Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 4,50%.
Dalam mendukung upaya mitigasi risiko penyebaran virus corona, Bank Indonesia menyiapkan kebijakan sistem pembayaran melalui ketersediaan uang layak edar yang higienis dan mengimbau masyarakat agar lebih banyak menggunakan transaksi pembayaran secara nontunai; menurunkan biaya Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dari perbankan ke Bank Indonesia yang semula Rp600 menjadi Rp1 dan dari nasabah ke perbankan semula maksimum Rp3.500 menjadi maksimum Rp2.900; dan mendukung penyaluran dana nontunai program-program Pemerintah seperti Program Bantuan Sosial PKH, Program Kartu Prakerja, dan Program Kartu Indonesia Pintar-Kuliah.
Paket insentif kebijakan pemerintah jilid I dan jilid II juga dirasakan masih tidak efektif dikarenakan sasaran yang ingin dicapai masih kurang tepat. Sebenarnya, permasalahan utama saat ini adalah penyebaran virus corona yang begitu cepat. Seharusnya pemerintah harus fokus kepada bagaimana menangani permasalahan kesehatan masyarakat dan bagaimana menyiapkan sarana dan prasarana serta pembiayaan untuk menangani korban terpapar.
Bandingkan dengan Amerika Serikat, Presiden Donald Trump mengumumkan kondisi darurat nasional corona di negaranya, dengan menggelontorkan akses dana hingga lebih dari Rp730 triliun untuk penanganan corona. Dampaknya Wallstreet melonjak, setelah berhari-hari terkoreksi tajam karena pasar merasa bahwa penyebaran virus corona akan dapat berakhir lebih cepat di Amerika Serikat.
Tak hanya Bank Indonesia dan Pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut mengeluarkan aturan untuk memberikan stimulus bagi perbankan Indonesia. Stimulus yang diberikan berupa pelonggaran penilaian kualitas kredit dan restrukturisasi kredit di industri perbankan. Perbankan diharapkan dapat proaktif dalam mengidentifikasi debitur-debiturnya yang terkena dampak penyebaran virus Corona, sehingga para debitur tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Stimulus Fiskal Melawan Covid-19
Pemerintah semakin serius untuk melawan dampak ekonomi akibat Covid-19. Tambahan anggaran Rp405,1 triliun disiapkan pemerintah guna menahan dampak pendemi ke sektor ekonomi dan sosial. Tambahan dana dalam APBN 2020 tersebut dialokasikan untuk empat sektor utama yang terpapar yaitu belanja bidang kesehatan Rp 75 triliun, perlindungan sosial Rp 110 triliun, insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR) Rp 70,1 triliun, dan pemulihan ekonomi nasional Rp150 triliun.
Tambahan belanja pemerintah memang sudah sepantasnya untuk dilakukan. Penerbitan Perpu No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 harus segera disahkan ke Undang-undang untuk mempercepat eksekusi anggaran dalam penanganan dampak ekonomi dan sosial.