Saat itu, kliennya diminta klarifikasi oleh Kejagung dengan kapasitas sebagai saksi. Hanya saja, Hotman mengklaim, kliennya mendapat tindakan di luar koridor hukum oleh penyidik Jampidsus yakni penggeledahan kediaman Budi Said tanpa izin pengadilan.
"Disita segala macam lalu dipanggil jadi saksi pagi-pagi, pada saat dipanggil juga disita dia punya HP tanpa izin pengadilan, jam 4 sore berubah dari saksi jadi tersangka," ucap Hotman.
"Dan pada saat sebagai tersangka Budi Said ditanyakan apakah tunjuk pengacara, dijawab belum siap karena dipanggil jadi saksi, sesuai KUHAP yang diancam hukuman lebih dari 5 tahun berhak didampingi pengacara. Tapi walaupun ga didampingi, tapi BAP jalan terus ditanya 1 dan 2 pertanyaan. Lalu pada saat penandatanganan BAP pengacara yang ditunjuk negara itu tanda tangan dan langsung ditahan," ujarnya.
Hotman berkata, proses hukum yang menjerat kliennya didasari atas perbedaan nilai harga dan emas yang dijual. "Jadi dalihnya Antam dan Kejaksaan adalah yang benar adalah harga di faktur. Harga di faktur memang seolah harga totalnya tadi, yaitu Rp3,5 triliun, itu hanya cukup untuk bayar 5 ton," ucapnya.
"Jadi kalau berdasarkan harga faktur harga sebenarnya kalau tanpa diskon Antam sudah terima uangnya. Masuk rekening Antam dalam puluhan transfer. Jadi Antam mendalilkan harga di faktur yang benar. Klien kami harga diskon," tutur Hotman.
Atas dasar itu, Hotman melayangkan gugatan praperadilan atas perkara kliennya. Dia merasa, kliennya telah dikriminalisasi. Padahal, jenis perkara Budi Said merupakan perdata.
"Alasan kedua penetapan tersangka tidak sah, karena tidak ada dua bukti permulaan yang cukup. Anda tahu kalau orang dituduh harus ada bukti, kalau dituduh kerugian negara 1.000 kg kapan diserahkan. Karena MA meminta diserahkan tapi belum dilakukan," ucap Hotman.
"Ketiga penyitaan penahanan dilakukan secara tidak sah tanpa putusan pengadilan," tuturnya.