Dewan Etik dan MKMK Diminta Periksa Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim Konstitusi Anwar Usman

Muhammad Refi Sandi
Advokat dan Ahli Hukum Pendukung Demokrasi (ALIANSI) mendorong Dewan Etik dan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memeriksa dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi Anwar Usman. (Foto: Antara)

JAKARTA, iNews.id - Advokat dan Ahli Hukum Pendukung Demokrasi (ALIANSI) mendorong Dewan Etik dan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memeriksa dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi Anwar Usman. Hal itu terkait putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada Senin (16/10/2023) yang membolehkan kepala daerah di bawah 40 tahun maju pilpres. 

"Kami ALIANSI dengan ini memohon dan mendesak agar Dewan Etik dan Mahkamah Kehormatan MK untuk memeriksa Yang Mulia Hakim Konstitusi Anwar Usman terkait prinsip independensi, ketidakberpihakan, dan integritas, yang diatur dalam Pasal 15 UU MK," kata Advokat Alumni Universitas Gadjah Mada, Mangatta Toding Allo, Selasa (17/10/2023).

Dia menyebut lampiran Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi berupaya memastikan terjaganya integritas, marwah serta martabat Mahkamah Konstitusi.

Mangatta juga menyampaikan ALIANSI menyayangkan putusan MK yang mengabulkan permohonan Judicial Review (JR) secara sebagian sehingga mengubah ketentuan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Para advokat dan ahli hukum yang tergabung dalam ALIANSI sangat menyayangkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Putusan MK) pada hari Senin tanggal 16 Oktober 2023, yang pada pokoknya mengabulkan permohonan Judicial Review (JR) secara sebagian sehingga mengubah ketentuan Pasal 169 huruf q. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) mengenai persyaratan calon Presiden dan calon Wakil Presiden," ucapnya.

Sementara itu, Advokat Alumni Universitas Padjadjaran, Romy Jiwaperwira menjelaskan ALIANSI menyayangkan putusan MK terkait batas usia dapat berimplikasi dan mulai berlaku pada Pilpres 2024 mendatang.

"Putusan MK telah memperluas persyaratan calon Presiden dan calon Wakil Presiden, yang sebelumnya mensyaratkan 'berusia paling rendah 40 tahun', diubah menjadi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'. Implikasi dari putusan MK ini adalah memungkinkan bagi seorang yang belum berusia 40 tahun untuk memiliki kesempatan menjadi capres dan cawapres pada 2024," ujar Romy.

Romy mengatakan pembahasan hukum dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu merupakan suatu open legal policy sehingga hal tersebut merupakan kewenangan legislatif dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi.

"Selain itu, mengenai ketentuan 'pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah' tidak pernah dilarang dalam UU Pemilu sebagai suatu persyaratan bagi seorang mencalonkan diri menjadi Presiden atau Wakil Presiden," ucapnya.

Romy yang mewakili ALIANSI juga menyoroti Hakim Konstitusi Anwar Usman yang mengadili dan memutus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) sehingga mengindikasikan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi tersebut. Diketahui Anwar Usman merupakan paman dari Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. 

"Terdapat beberapa fakta dalam pertimbangan hukum putusan MK yang mengindikasikan perlunya pemeriksaan kode etik dan perilaku hakim konstitusi terhadap Yang Mulia Anwar Usman sehubungan dengan putusan MK tersebut," tuturnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) soal batas usia capres-cawapres yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A.

Editor : Rizal Bomantama
Artikel Terkait
Nasional
8 hari lalu

UU Peradilan Militer Digugat ke Mahkamah Konstitusi, Kenapa?

Nasional
10 hari lalu

Pengamat Sebut Perpol 10/2025 Tak Langgar Putusan MK: Bukan Bentuk Perlawanan

Nasional
11 hari lalu

Ketua Komisi III DPR Sebut Perpol 10/2025 Tak Bertentangan dengan Putusan MK

Nasional
20 hari lalu

Hakim MK Sindir Kepala BNPB yang Ucapannya Bikin Heboh: Diseleksi Benar atau Tidak?

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal