Fenomena Ganjar dan Rivalitas Internal PDIP Menuju Pilpres 2024

Firman Noor
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). (Foto: dok.pri).

Firman Noor
Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI

TIDAK dipanggilnya Ganjar Pranowo pada acara pengarahan untuk soliditas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Jawa Tengah pada Sabtu (22/5/2025) memunculkan pesan yang sangat jelas sekali. Ganjar, yang juga gubernur Jawa Tengah, tidak lagi dianggap sebagai sosok kader ideal bagi PDIP.

Tuduhan utamanya yakni Ganjar lebih rajin ber-media sosial (medsos) ketimbang melakukan kerja-kerja nyata bagi partai. Orientasinya pun dipertanyakan, mengingat terkesan kuat bagi PDIP bahwa aktivitas yang dikedepankan Ganjar cenderung untuk dirinya sendiri ketimbang partai.

PDIP juga semakin gusar terkait soal etika politik Ganjar. Bagi PDIP, seorang kader yang akan terlibat dalam persoalan penting sekelas pemilihan presiden hendaknya bersikap rendah hati bukannya merasa paling super (baca: pintar).

Di sisi lain, bagi seorang Ganjar (dan para pendukungnya) apa yang menimpanya merupakan sesuatu yang tidak pantas diterima. Seorang pengamat bahkan melihat hal ini sebagai sebuah penghinaan. Argumentasinya, bagaimana mungkin kader PDIP nomor satu di Jawa Tengah itu justru tidak dipanggil oleh kegiatan partai di wilayahnya sendiri. 

Meski di permukaan Ganjar tampak tidak terlihat merasa terhina, namun tentu saja menyisakan tanda tanya atau ganjalan dengan situasi yang muskil itu. Apalagi disertai ultimatum jika tidak berkenan dia dipersilakan keluar dari partai. Namun demikianlah hakikat kehidupan partai di Indonesia. Suatu yang muskil itu mungkin saja terjadi, apalagi jika dikaitkan dengan persoalan posisi nomor satu di republik ini.

Medsos Langgam Baru Politik

Jika ditelaah secara objektif, sebenarnya tidak ada masalah dengan pemanfaatan media sosial. Media sosial merupakan langgam baru dalam aktivitas politik saat ini yang lumrah.

Diintensifkan pertama kali oleh Barack Obama menjelang Pilpres Amerika Serikat 2008, saat ini berpolitik melalui media sosial bukan barang baru, bahkan menjadi sebuah kebutuhan untuk menyampaikan pesan-pesan politik dengan jangkauan yang lebih luas dan biaya murah.

Apalagi Indonesia adalah salah satu dari 10 besar negara dengan tingkat “kecanduan” medsos yang tinggi, dengan pengguna sekitar 170 juta atau 61,8 persen dari total penduduk (Hootsuite-We Are Social, 2021). Maka jelas medsos merupakan sarana yang tidak bisa diabaikan dalam kontestasi politik.

Selain itu, dilihat dari prestasi untuk mengondisikan Jateng tetap sebagai basis utama PDIP, Ganjar memainkan peran dengan baik. Dalam konteks kepartaian, baik langsung ataupun tidak, dia merupakan kader yang turut berkontribusi dalam menjaga marwah partai di mata para pendukungnya.

Sementara sebagai pimpinan pemerintahan di provinsi tersebut, meski tentu tidak dapat dikatakan sempurna, namun hingga kini belum ada sebuah kesalahan yang demikian fatal dalam kacamata publik.

Editor : Zen Teguh
Artikel Terkait
Nasional
2 hari lalu

Puan Pastikan DPR bakal Bahas Polemik Utang Kereta Cepat Whoosh 

Nasional
2 hari lalu

Gubernur Riau Abdul Wahid Kena OTT KPK, Puan: Jangan Sampai Terulang lagi

Nasional
4 hari lalu

Megawati Usul Konferensi Asia-Afrika Plus, Ini Tujuannya

Buletin
5 hari lalu

Sah! Bupati Pati Batal Dimakzulkan, Hanya 1 Fraksi Ingin Sudewo Diberhentikan

Nasional
5 hari lalu

Megawati di Seminar Internasional: Bung Karno Ayahku, Pemimpin dan Pahlawan Kita

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal