JAKARTA, iNews.id - Peristiwa banjir besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir 2025 mengguncang kesadaran publik tentang betapa gentingnya kondisi lingkungan Indonesia.
Berdasarkan data dari BNPB terhadap penanganan darurat banjir dan longsor Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat Tahun 2025 mencatat bahwa hingga Minggu, 7 Desember 2025, terdapat 916 jiwa meninggal, 274 jiwa hilang, dan sekitar 4,2 ribu jiwa terluka akibat bencana tersebut.
Kerusakan permukiman juga sangat besar, dengan sekitar 105,9 ribu rumah rusak dan total 52 kabupaten terdampak. Selain itu, fasilitas umum yang terdampak meliputi sekitar 1,3 ribu rumah ibadah dan 420 fasilitas umum yang mengalami kerusakan, sementara di sektor kesehatan terdapat 199 gedung atau kantor serta 234 fasilitas kesehatan yang rusak.
Pada sektor pendidikan dan infrastruktur, tercatat 697 jembatan rusak serta 405 fasilitas pendidikan yang terdampak, menggambarkan skala kerusakan yang luas akibat bencana banjir dan longsor tersebut.
Selain itu 262,1 ribu warga Aceh Tamiang masih berada di pengungsian. Disusul 163,4 ribu di Aceh Utara, 115 ribu di Bener Meriah dan 67,6 ribu di Aceh Singkil.
Menanggapi bencana yang terjadi di Provinsi Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat, Djihadul Mubarok selaku Sekretaris Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah mengatakan, rangkaian bencana ini menunjukkan bahwa faktor cuaca ekstrem, perubahan iklim, serta kerusakan lingkungan hidup terutama hutan turut memperbesar dampak yang terjadi.
“Penebangan hutan, tata ruang yang tidak berkelanjutan, dan lemahnya perlindungan daerah aliran sungai adalah persoalan yang harus segera dibenahi. Kami mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk memperkuat mitigasi, memperbaiki tata kelola lingkungan, serta membangun sistem peringatan dini dan infrastruktur yang lebih tangguh,” kata Djihadul kepada iNews.id, Minggu (7/12/2025).
Ia menambahkan, Muhammadiyah, melalui berbagai amal usaha dan relawan, berkomitmen terus hadir membantu evakuasi, layanan kesehatan, hunian darurat, serta pemulihan jangka panjang. Dan tentunya Muhammadiyah akan mengakselerasi program lingkungan hidup nya dalam bentuk edukasi, literasi dan aksi nyata terhadap pelestarian alam dan lingkungan hidup.
Bencana ini menjadi pengingat bahwa menjaga lingkungan adalah amanah keagamaan dan tanggung jawab kemanusiaan. Kami menyerukan agar seluruh pihak menjadikan krisis ini sebagai titik balik untuk membangun hubungan yang lebih sehat antara manusia dan alam.
Muhammadiyah menilai bahwa deforestasi baik karena pembalakan, ekspansi kebun, maupun tata kelola hutan yang lemah, merupakan salah satu faktor kunci yang memperparah banjir dan longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar.
“Karena itu, langkah penanggulangan tidak boleh berhenti pada respons darurat, tetapi harus menyentuh akar persoalan ekologi yang telah merusak daya dukung alam selama ini,” tambah Djihadul.
Dalam konteks tersebut, Muhammadiyah melalui Majelis Lingkungan Hidup akan melanjutkan dan mengakselerasi beberapa agenda terkait pelestarian lingkungan hidup terutama hutan; Pertama, melakukan advokasi kebijakan kepada pemerintah pusat dan daerah agar memperketat pengawasan hutan, meninjau kembali izin-izin pemanfaatan lahan, dan memulihkan kawasan kritis sebagai upaya pencegahan jangka panjang.
Kedua, melaksanakan program rehabilitasi lingkungan melalui penanaman pohon, pemulihan daerah aliran sungai, serta kampanye publik tentang bahaya deforestasi dan pentingnya tata ruang berbasis mitigasi risiko bencana.
Ketiga, Muhammadiyah memperkuat peran aktif komunitas dan amal usaha dari sekolah, pesantren, universitas, hingga relawan MDMC untuk mengedukasi masyarakat mengenai penggunaan lahan yang ramah lingkungan, pengurangan risiko bencana, serta praktik ekonomi yang tidak merusak hutan.
“Bagi Muhammadiyah, merawat hutan adalah bagian dari tanggung jawab moral, keumatan, dan kebangsaan untuk mencegah bencana berulang di masa depan’” lanjut Djihadul.
Program Kado Hijau Milad Muhammadiyah ke-113 adalah sebuah gerakan ekologis yang diinisiasi oleh Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MLH-PP) sebagai wujud syukur milad sekaligus komitmen organisasi dalam merawat bumi.
Inti program ini meliputi penanaman pohon, restorasi daerah aliran sungai (DAS), rehabilitasi lahan kritis, kampanye pengurangan deforestasi, serta edukasi publik tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam. Program Kado Hijau juga mendorong seluruh warga Muhammadiyah dari pusat hingga ranting, termasuk Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), sekolah, kampus, rumah sakit, dan komunitas untuk melakukan aksi hijau di wilayahnya masing-masing,” jelas Djihadul.
Kegiatan- kegiatan dari program Kado Hijau milad Muhammadiyah ke 113 yang diselenggarakan dalam rentang waktu bulan November - Desember 2025 yaitu Lomba Essay Hutan Lesatari dan green Mining, Training Muhammadiyah Advocation, Launching Green Mining Watch, Penanaman Pohon di Kendari, Penanaman Pohon Langka serentak di 4 kota (Lebak, Kendari, Mataram dan Gunung Kidul).
Penanaman 1.113 pohon produktif bekerjasama dengan Majelis Wakaf PP Muhammadiyah dan beberapa instansi lainnya, serta launching Program konservasi Tanah Wakaf Muhammadiyah yang akan dilaksanakan pertengahan desember 2025 di gunung kidul dan program tersebut akan dilaksanakan selama satu tahu yaitu dari bulan januari 2026 – desember 2026.
“Dengan semangat mencerahkan dan memulihkan, Program Kado Hijau menjadi simbol kontribusi Muhammadiyah dalam menghadapi krisis iklim, menekan degradasi lingkungan, dan memperkuat budaya ekologis dalam kehidupan umat serta masyarakat luas. Untuk agenda Kado Hijau ini memang baru kita adakan pada tahun 2025 dan insyaAlloh akan lakukan rutin tiap tahun dengan agenda yang tentunya disesuaikan kebutuhan, karena program ini cukup efektif sebagai salah satu upaya pelestarian hutan dan lingkungan hidup serta menjadi solusi dari deforestasi yang marak terjadi,” tambahnya.
Menambahkan, Majelis Pendayagunaan Wakaf (MPW) dan Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyelenggarakan program "Wakaf Pohon untuk Lahan Wakaf" sebagai bagian dari rangkaian semarak Milad ke-113 Muhammadiyah. Acara yang berlangsung pada 28 hingga 29 November 2025 ini menandai akselerasi pendayagunaan lahan wakaf yang belum produktif untuk ditingkatkan produktivitasnya dengan penanaman 1.113 bibit pohon.
Penanaman 1.113 bibit pohon ini dilakukan di lokasi tanah wakaf seluas 10 Hektar di Kecamatan Cimarga, dan lokasi lain di Desa Ciboleger serta Lebak Gedong. Total aset Persyarikatan Muhammadiyah yang sudah tercatat di SIMAM mencapai 26.921 aset dengan luas 219.111.535 m2 , di mana 2.426 aset atau 12.700.850 m2 masih berstatus belum produktif.
Sekretaris MPW PP Muhammadiyah, Mashuri Masyhuda, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan kolaborasi strategis Persyarikatan Muhammadiyah bersama berbagai pihak dan merupakan perwujudan kepedulian terhadap lingkungan.
"Program Wakaf Pohon ini tidak hanya mengoptimalkan potensi aset wakaf, tetapi yang paling utama adalah bentuk tanggung jawab dan kepedulian kita terhadap lingkungan hidup," ujar Mashuri Masyhuda.
"Kerusakan lingkungan, seperti deforestasi di kawasan hulu dan pesisir, telah terbukti dapat memicu musibah bencana alam, seperti yang baru-baru ini terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Melalui penanaman pohon ini, kita berupaya menjaga kelestarian hutan dan lingkungan, menjadikan lahan wakaf sebagai benteng ekologis, dan menanamkan Pendidikan Karakter untuk berakhlak pada alam bagi generasi muda kita,” sambungnya.