JAKARTA, iNews.id – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) kembali menegaskan komitmennya untuk memastikan tata kelola hutan yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Pemerintah menjamin bahwa setiap kayu yang diproduksi dan diperdagangkan dari Indonesia adalah legal, lestari, dan terverifikasi.
Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), Laksmi Wijayanti mengatakan, pemanfaatan hasil hutan kayu dilaksanakan dalam kerangka hukum yang ketat, termasuk melalui skema Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), Perhutanan Sosial, serta Izin Pemanfaatan Kayu untuk Kegiatan Non-Kehutanan (PKKNK) di Areal Penggunaan Lain (APL).
"Kayu yang dihasilkan dari PBPH maupun PKKNK merupakan hasil dari proses legal yang diawasi dan diverifikasi ketat oleh Pemerintah melalui Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK)," kata Laksmi dalam keterangan resminya, Kamis (30/10/2025).
Laksmi menjelaskan, penting untuk membedakan antara deforestasi ilegal dengan proses pembukaan lahan yang legal. Dalam kebijakan kehutanan Indonesia, deforestasi didefinisikan sebagai perubahan permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan tanpa izin sah yang berakibat kerusakan lingkungan.
Sebaliknya, pembukaan lahan di areal PBPH Hutan Tanaman dan PKKNK adalah bagian dari pengelolaan lanskap yang terukur dan legal, di mana kegiatan tersebut diikuti oleh penanaman kembali (reforestasi) untuk menjaga fungsi hutan dalam siklus berkelanjutan.
"Pemerintah tidak pernah memberikan toleransi terhadap deforestasi ilegal dan tindakan-tindakan fraud," kata Laksmi, menambahkan bahwa integritas adalah keunggulan Indonesia di pasar dunia.
Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan (BPPHH), Erwan Sudaryanto, menyoroti peran SVLK. Menurutnya, seluruh kayu berizin wajib memiliki dokumen terverifikasi SVLK, yang menjamin traceability (keterlacakan) dan prinsip kelestarian dari hulu ke hilir.