"Modernisasi pengembangan produk herbal dan kosmetik berbahan biomassa, memerlukan bantuan ilmu yang sifatnya rasionalitas, salah satunya adalah komputasi eksperimen,” tuturnya.
Keunggulan kedua, lanjut Dewi, adalah nilai keekonomian atau daya saing dari produksi. Dengan begitu, industri herbal dan kosmetik bisa berperan di tengah masyarakat yang terus berkembang.
Kata Dewi, simulasi produksi (SP) obat herbal perlu dilakukan untuk mengetahui daya saing atau viabilitas ekonominya. Program industri seperti Aspen Technology dan Superpro Designer digunakan untuk memprediksi biaya produksi obat herbal/ kosmetik agar komersialisasinya sesuai dengan hasil pengujian metode In Silico.
“Dari penelitian yang telah dilakukan, saya telah menghasilkan tiga produk obat herbal dan satu bahan kosmetik yang diproduksi secara terbatas,” kata Dewi.
Adapun, hasil inovasi tersebut, di antaranya Jamu Serba Guna Bancar Resik (SGBR), yaitu obat herbal untuk mencegah/mengurangi atheroschlerosis; Jamu Turun Tegang Syaraf (TTS), yaitu obat herbal untuk mencegah/mengurangi sakit syaraf terjepit (Trigeminal Neuralgia); Jus dan Kapsul Ekstrak Daun Sambung Nyawa, yaitu produk herbal antioksidan tinggi; dan scrub berbahan Selulose Asetat dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang ramah lingkungan.