Menurutnya, penguatan alasan berbeda dan penambahan batu uji tersebut, akan ada penambahan satu argumentasi berbeda. Sehingga seluruh argumentasi permohonan berjumlah 10 poin.
"Pasal 222 UU 7/2017 menambahkan syarat ambang batas pencalonan yang berpotensi menghilangkan potensi lahirnya pasangan capres dan cawapres alternatif, yang sebenarnya telah diantisipasi dengan sangat lengkap. Bahkan melalui sistem pilpres dua putaran atau Two Round/Run Off System, satu sistem pemilihan yang terbuka untuk pasangan calon yang bisa banyak, sehingga frasa 222 a quo bertentangan dengan Pasal 6A ayat (3) dan Ayat (4) UUD 1945," ucapnya.
Sementara itu, perwakilan kuasa hukum pemohon juga menyampaikan petitum putusan dari yang sebelumnya meminta pembatalan seluruh Pasal 222 UU Pemilu menjadi hanya pembatalan frasa yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
"Perubahan posisi petitum provisi pemberlakuan putusan berlaku efektif sejak putusan dibacakan dan berlaku sejak Pemilihan Presiden 2019 menjadi petitum pokok perkara," kata kuasa hukum pemohon yang terdiri dari Denny Indrayana, Haris Azhar, Abdul Qodir, Harimuddin dan Zamrony.
Pada kesempatan yang sama, Hakim Konstitusi Saldi Isra menuturkan, yang telah diajukan pemohon di sidang hari ini akan disampaikan ke dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk kelanjutan permohonan tersebut.
"Nanti RPH yang menentukan kelanjutan permohonan ini. Itu nanti menunggu dari kepaniteraan." tutur Saldi.
Sebelum menutup sidang, majelis hakim juga mengesahkan alat bukti dari kedua pemohon perkara Nomor 49 dan 50. Perkara Nomor 49 mengajukan bukti P1 sampai bukti P24 bukti sudah diverifikasi dan dicek kepaniteraan dan lengkap dan disahkan. Lalu perkara Nomor 50 mengajukan bukti P1 sampai P3 yang telah diverifikasi dan dicek kepaniteraan dan disahkan.