Saat petugas datang ke lokasi proyek, nenek Arti datang menemui petugas dan mengaku, dia pemilik tanah yang sedang dibangun itu. Bangunan itu, kata dia akan digunakan untuk tempatnya tinggal. Tetapi saat ditanya dokumen, tidak punya.
"Jadi kita panggil tuh penanggung jawab bangunan itu, tiba-tiba dateng tuh nenek-nenek itu. Dia ngaku itu punya dia. Tapi surat menyuratnya dia gak punya, adanya punya Pak Yusuf. Jadi laporan itu, awalnya ada orang mau buat bengkel di situ," ujarnya.
Akte jual beli yang menjadi dasar kepemilikan tanah juga tidak ada. Alhasil, petugas pun menyegel bangunan rumah tersebut. Menurut Muksin, dasar dilakukannya penyegelan sudah memenuhi semua.
"LSM yang melaporkan bangunan itu. Yang pasti dia belum punya IMB dan masih dalam penyelidikan. Akte jual belinya juga gak ada, masih punya Pak Yusuf. Berarti laporan LSM benar, itu buat bengkel apa buat kantornya, atau buat bengkelnya," katanya.
Sementara itu, nenek Arti mengatakan, saat ini dia tinggal bersama anaknya, Sumedi (30), dan seorang cucu berinisial yang masih 10 tahun, di Jalan Palapa, Kampung Parung Benying, RT03/18, Serua, Ciputat.
Dilanjutkan dia, pembangunan rumahnya di Maruga, dibantu sepupunya Supriyadi. Lantaran, dia tahu uang dimilikinya tidak akan cukup membiayai pembangunan rumah itu. Arti pun membenarkan, ubin rumahnya yang baru memakai batu granit.
"Memang dia (Supriadi) yang bantuin. Ditanyain ke saya, mpok mau pakai apa ubinnya? terus dia sendiri yang nyuruh masangin granit segala macem. Kalau dari uang saya doang, kan nggak mungkin bisa kebangun rumah begitu. Itu dibantuin," katanya.
Supriyadi yang berhasil ditemui pun membenarkan, jika modal membangun rumah itu dia yang bantu. Hal itu dia lakukan, sebagai pertanggung jawaban dirinya sebagai saudara terhadap keluarganya.
"Memang saya yang menyuruh, kesian kan ini mpok saya. Saya bilang ke mpok saya, saya bantu mpok pakai saja tanah saya, mpok bangun. Kalau mau ubinnya pakai apa kek, itu saya yang bantu. Kenapa jadi yang lain yang pada repot," kata Supriadi.