Dalam kronologi, Saudara menyampaikan Fintech A sudah bubar dan bangkrut. Kemudian, ada pihak B yang mengaku perwakilan dari Fintech A yang telah membeli pengalihan utang. Sejauh pemahaman kami terkait Fintech P2P Lending (pinjol), tidak dikenal dan tidak diatur mengenai "membeli pengalihan utang". Jika hal ini memang benar terjadi, ada jual beli "tagihan pinjol", maka hal tersebut melanggar dan bertentangan dengan Peraturan OJK No. 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Pada pasal 85 ayat (1) Peraturan OJK dimaksud disebutkan "Penyelenggara yang dicabut izin usahanya wajib menyelenggarakan RUPS untuk memutuskan pembubaran yang bersangkutan dan membentuk tim likuidasi paling lama 30 hari kalender sejak tanggal dicabutnya izin usaha".
Sebagai salah satu contoh mengenai pencabutan izin usaha dan pembentukan tim likuidasi dapat diperhatikan dari laman situs OJK tentang Pengumuman Nomor PENG-25/PL.02/2024 tentang Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi PT SGR. Dalam pengumuman tersebut disampaikan sehubungan dengan pencabutan izin usaha PT SGR, maka:
1. PT SGR dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
2. PT SGR wajib menyelenggarakan RUPS untuk memutuskan pembubaran dan pembentukan Tim Likuidasi.
3. Penyelesaian hak dan kewajiban PT SGR akan dilakukan oleh tim likuidasi yang dibentuk sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan adanya pencabutan izin usaha dari perusahaan penyelenggara, menurut kami yang memiliki hak untuk berhubungan dengan debitur/peminjam adalah tim likuidasi yang telah dibentuk secara sah dan diakui oleh OJK. Apabila ada pihak yang mengatasnamakan perwakilan dari perusahaan penyelenggara yang telah dicabut izinnya, harus dikonfirmasi terlebih dahulu ke OJK untuk mengetahui keabsahan pihak yang mengatasnamakan perwakilan tadi.
Jika ternyata ada pihak lain di luar tim likuidasi yang melakukan "jual beli pengalihan utang" sebagaimana Saudara sampaikan dalam kronologi, maka di samping bertentangan dan melanggar Peraturan OJK, hal tersebut berpotensi melanggar Pasal 65 ayat 1 s/d 3 UU No 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang berbunyi: