Luhut menuturkan, sepulang dari pendidikan GSG-9 itu dia didapuk untuk mendirikan sekaligus memimpin pasukan antiteror pertama di Indonesia, Datasemen 81 Kopassus. Interaksi dengan Benny semakin intensif.
Benny, jenderal yang dikenal sebagai ahli telik sandi, itu menanyakan rupa-rupa ke Luhut, mulai pelatihan pasukan Den-81 maupun lainnya. Pada satu sisi seringnya dipanggil dan diajak komunikasi oleh atasan, apalagi jenderal paling disegani di ABRI, tentu menjadi kebanggaan tersendiri. Namun buat Luhut, kedekatan dengan Benny lama-lama membuatnya risih.
“Kebanggaan dipanggil oleh Panglima ABRI (Benny dari asintel Hankam menjadi Pangab) mengecil, karena pasti banyak yang tahu, dan banyak pula senior saya yang tidak senang, mungkin juga jadi iri, seorang perwira menengah dipanggil oleh jenderal bintang empat berjam-jam,” tutur lulusan US Army Airborne, Pathfinder, and Ranger Course di Fort Bragg dan Fort Benning, Amerika Serikat itu.
Lama Luhut gelisah dengan keadaan tersebut. Puncaknya, suatu hari ketika suasana hati (mood) Benny sedang bagus, dia memberanikan diri bertanya.
"Pak, mohon izin, lain kali kalau memanggil saya bisa kah melalui atasan saya?”, ucapnya.
Apa yang terjadi?
Mendengar permintaan itu Benny murka. Mukanya seketika mengeras. Kedua tangannya menyapu-nyapu meja.
Suara keras pun terlontar dari bibir Jenderal kepercayaan Soeharto itu.
“Luhut!” katanya dengan nada dalam. “Saya jenderal bintang empat…!” sambil menunjukkan tanda pangkatnya di bahu. "Dan kamu Letkol…!”
Hanya itu yang diucapkan, tapi Luhut langsung paham. “Siap!”, ujar prajurit Baret Merah yang kelak menjadi menteri di era Presiden Gus Dur tersebut.
Luhut mengenang, sejak itu dirinya tidak pernah menanyakan lagi hal sama kepada mentornya tersebut.
Beberapa tahun kemudian ketika Benny pensiun, Luhut merasakan dampak dari kedekatannya dulu.
"Saya menerima konsekuensi karena jadi golden boy Pak Benny. Tidak jadi Danjen Kopassus, tidak jadi Kasdam atau Pangdam. Bagi saya itu harus bayar sebagai akibat kesetiaan yang tegak lurus. Dan saya bangga mampu menjalankan nilai-nilai yang diturunkan oleh Pak Benny kepada saya," kata peraih trofi Payung Emas (lulusan terbaik) Kursus Lintas Udara pada 1971 ini.
Untuk diketahui, berbagai jabatan elite di Kopassus pernah disandang Luhut kala semasa perwira pertama hingga menengah. Namun ketika menembus perwira tinggi, dia berada di tempat-tempat yang 'kurang prestisius'.
Semasa Brigjen, Luhut didapuk sebagai Wadapussenif Kodiklatat. Dia tembus bintang dua saat dipromosikan sebagai Danpussenif Kodiklatad. Puncaknya, sebagai Letjen Luhut diplot sebagai Dankodiklatad.
Dalam rentang itu, peraih sangkur perak Kursus Komando (lulusan terbaik) ini praktis tak pernah merasakan jabatan teritorial sebagai Pangdam. Luhut Juga Tak pernah mencicipi jabatan bergengsi yang diidamkan semua prajurit Baret Merah, yakni Danjen Kopassus.
Karier militernya bahkan berakhir lebih cepat. Luhut harus meninggalkan dunia militer yang membesarkan namanya karena diperintahkan Presiden BJ Habibie menjadi Duta Besar RI untuk Singapura.