"Kalau misalkan kami menemukan beras itu tidak standar, maka kami harus kemana mengadu? Negara harus hadir untuk memfasilitasi konsumen, memberi layanan pengaduan, maupun juga memfasilitasi," katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi merespons polemik beras oplosan yang ditemukan di pasaran. Dia menyebut istilah beras oplosan berkonotasi negatif.
"Kalau istilah oplos itu berarti konotasinya lebih negatif. Misal harga minyak Rp15.000 kemudian ada yang Rp8.000 kemudian dioplos dijualnya Rp15.000," ujar Arief dalam acara yang sama.
Dia menjelaskan produk beras memang berisi campuran antara beras utuh dan beras pecahan atau broken rice. Namun, pencampuran itu harus mengikuti kriteria tertentu.
"Di dalam perberasan itu memang harus dicampur, karena dalam teknologi perberasan itu biasanya ada beras kepala, beras yang utuh, kemudian ada beras pecahan, kita bilangnya broken rice," kata dia.
Menurut dia, Bapanas mengeluarkan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras. Sesuai regulasi tersebut, beras premium harus berisi campuran beras pecahan maksimal 15 persen.