"Indikator korupsi yang dinilai oleh 9 lembaga international itu compleks pada banyak hal antara lain, soal disiplin ASN/PNS, Dana Publik , Hakim, Jaksa, Polisi, TNI ,Partai Politik, bagaimana Indonesia melaksanaan Pemilu, spt apa penagihan Pajak dan Cukai, pelayanan publik," tuturnya.
"Bisa saja yang menganggap perubahan di lembaga tersebut masih belum mencapai kecepatan optimal, tapi terdapat perubahan di masing-masing Kementeriaan atau lembaga saat ini sejak empat tahun terakhir walau masih bolong-bolong dan KPK terus mencoba mencari pembolong-pembolong itu bersama pemerintah," katanya menambahkan.
Indikator terakhir menyimpulkan rezim saat ini korup, menurut Saut, adalah dengan penilaian Variaties Democracy V-Dem milik Transparancy International (TI).
"Jadi kalau memakai indikator V-Dem maka seperti apa penyelenggara dan parpol sebagai peserta melaksanakan Pemilu (seperti apa egalitarian dari peserta pemilu, panitia yang perform, tingkat partisipasi, deliberative, kebebasan hak pilih dan lain-lain), maka akan jelas lah di bagian mana yang harus kita benahi agar korupsi bisa signifikan menurun dengan kecepatan optimum pada tahun tahun mendatang," ungkapnya.
Diketahui sebelumnya, Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga yang juga mantan Komisioner KPK, Bambang Widjojanto menyinggung perihal rezim yang korup. Hal itu diungkapkan BW saat mendaftarkan gugatan hasil rekapitulasi pengilhitungan suara Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pernyataan BW tersebut juga diamini cawapres nomor urut 02, Sandiaga Salahuddin Uno. Menurut Sandi kasus korupsi di Indonesia kian memprihatinkan.