Untuk diketahui, KPU melarang mantan terpidana korusp, narkoba, dan kejahatan asusila mendaftarkan diri sebagai caleg. Larangan itu tertuang dalam PKPU 20/2018. Namun faktanya, 12 caleg eks koruptor diloloskan Bawaslu/Panwaslu karena dianggap telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu.
Bawaslu mengatakan, keputusan untuk meloloskan caleg eks koruptor yang memenuhi syarat itu bersifat final dan mengikat. Inilah yang kemudian ditentang KPU.
Ketua KPU Arief Budiman meminta Bawaslu menunda putusan itu hingga terbit hasil judicial review terhadap PKPU. Hingga saat ini Mahkamah Agung (MA) belum memutuskan uji materi tersebut.
Bagja tak menampik Bawaslu dikritik terkait PKPU, yakni dianggap tidak konsiten. Menurutnya, kritikan tersebut sebagai hal wajar. "Teman-teman punya ide punya pandangan mengenai hal ini, tapi kami juga punya (legal) standing teman-teman di bawaslu provinsi, kabupaten/kota punya juga untuk menyatakan PKPU bermasalah," katanya.
Menurutnya, terdapat satu poin dalam PKPU yang bermasalah sehingga harus diselesaikan, yakni Pasal 76. Dalam pasal itu disebutkan, jika ada pihak-pihak yang berkeberatan dengan PKPU ini bisa mengajukan judicial review.
Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman mengaku pertemuan dengan Bawaslu akan mendiskusikan mengenai PKPU tentang caleg eks koruptor. Dia menegaskan, KPU akan tetap berpegangan pada UU Pemilu.