Menurut dia sistem perpolitikan di Indonesia kerap berkaitan dengan surga dan neraka dikarenakan ada sejarah politik yang belum selesai yaitu sejak di konstituante dan Piagam Jakarta (era 1940-an). Ada kaitan dengan kebangsaan melawan keagamaan yang pada akhirnya mengapa terjadi ijtima ulama dan majelis ulama, sebagaimana keulamaan dijadikan simbol keislaman yang diperlukan oleh orang-orang politik.
“Kalau di Amerika kan isunya itu isu objektif duniawi, kalau di Indonesia ada kaitan dengan surga dan neraka. ‘Kalau milih yang satu ini neraka nih nanti, kalau yang satu lagi bilang justru ini yang masuk surga’. Jadi kita masih belum beranjak sesudah 70 tahun merdeka masih ke situ,” ujarnya.
Namun Jimly berharap perseteruan dua kubu kelompok politik di Indonesia ini bisa menjadi proses pendewasaan dalam berdemokrasi ke depannya, merujuk negara Amerika yang tetap maju dan bersatu meski telah berseteru lebih dari dua setengah abad.